Rinduuuu

Friday, October 12, 2012

Saya rindu menulis. Huah, lama tenggelam dalam kesibukan kampus *sok* membuat saya lupa akan nikmatnya menulis ketika di darat (?). Banyak yang ingin saya ceritakan, sungguh. Sekembalinya saya ke Malang setelah libur lebaran, berbagai hal terjadi silih berganti. Ada yang membuat hari seakan lebih berwarna (warna apa dulu nih? gelap atau terang?), ada juga yang membuat hari serasa lebih berirama ^_^

Sudah sudah, sekarang fokus dulu garap slide presentasi. Besok insya Allah nulis lagi.
See ya! ;D

Sungguh, saya rindu menulis :')

Randomly Random

Friday, September 7, 2012

13:24 at Mushala FMIPA UB

Saat ini saya sedang menunggu orang. Yak, menunggu salah satu adik tingkat yang katanya ingin sharing dengan saya seputar organisasi yang akan dia ikuti. Hmmm, jadi inget setahun yang lalu ya saat masih maba XD

Btw, berhubung di mushala ini susah akses listrik (stop kontak yang di tempat shalat wanita sih ada, tapi tinggi banget -,-) dan baterai laptop saya tak bisa bertahan lebih lama lagi, jadi kita percepat saja ya ^_^
*apaan sih :p

Jadi inget kemarin pagi syuro FORKALAM di sini, bahas rencana silaturahim internal. Waw, kangen ya pengen ketemu sama temen2 FORKALAM, trus juga pengen ketemu sama para senior dan alumninya yang insya Allah sukses semua. Ada mba Puput, mba Windi, mba Eka, mba Wilda, mba Pipit, mba Wardha, mba Marissa, mba Firoh, mba Betha, mas Suhaimi, mas Shobirin, de el el.  :D

Eh eh, sepertinya pikiran saya sedang random sekali saat ini, hahaha. Bingung mau nulis apa lagi, pfiuhhh -,-

Di luar sana langit mendung lho, untung saya sedang tidak menjemur apapun di atas kosan :D *terus?

Barusan juga saya dan teman-teman Statistika ditraktir makan bakso bakar sama Nandhi :D

Dan... eng ing eng... beberapa detik yang lalu hape saya bergetar, menandakan ada sms masuk. Oh, ternyata dari adik tingkat yang semula janjian dengan saya, isinya : "Maaf kak. Aku gak enak badan tadi, jadinya cepat pulang. Maaf ya kak."
Iya iya, gapapa kok nduk. Istirahatlah, semoga cepat sembuh ya :)
*orang ngirim SMS tapi malah direspon di blog. sekaaaaaar -________-

Oh iya, satu lagi, barusan kan ada silaturahim akhwat FORKALAM. Salah satu acara pengakrabannya yaitu menuliskan pendapat kita mengenai seseorang di kertas yang bertuliskan nama orang tersebut. Kertasnya dituliskan bergiliran oleh masing-masing kita, lalu nanti diberikan kepada pemiliknya. Kertas saya isinya lucu-lucuuuu, hahaha. Menurut saya loh ya. Bukan narsis, tapi emang bener sih XD
Ini beberapa pendapat mereka :

"Sekar itu orangnya supel, kadang nyebelin, gampang akrab sama orang"

"GALAU"

"Pengertian"

"Sekar orangnya nggak sungkanan, kalo bicara jadi funny"

"Puitis..."

"Kadang merusak suasana dan kadang menyenangkan"

"Hobi nyanyi"

"Gombalers sejati!! :p"

Lucu kan? Ya kan ya kan ya kan? :D



Argh, barusan ada notif di pojok kanan bawah laptop saya, baterainya tinggal 10%, huaaaaaa. Padahal masih pengen nyantai sambil blogging nih.
Baiklah, saya sudahan saja dulu. Seharusnya siang ini saya ke rektorat, tapi tadi abis shalat zuhur masih pengen di sini ^^

Bye bye. See ya!

Saya Kenapa? Kenapa Saya?

Sunday, July 8, 2012

Rasanya sungguh menyesakkan ketika melihat sebuah kebobrokan namun tak mampu mengubah dengan lisan maupun tangan T.T
(status fesbuk saya pagi ini)

Saya sedang berada di puncak fase merasakan bahwa diri ini sungguh belum berbuat apa-apa. Sungguh. Seringkali saya "kecolongan" atas kesempatan-kesempatan untuk menebar kebermanfaatan. Entah bagaimana ceritanya, tapi biasanya saya baru sadar saat kesempatan itu sudah hilang dari depan mata. Errrrrrrr.

Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi-Nya. Dengan demikian, diri kita pastilah menjadi pemimpin, minimal untuk diri sendiri. Bersyukurlah jika diberi potensi yang lebih dan mau mengasah potensi tersebut hingga mampu memimpin orang lain. Allah takkan memberi beban di luar kesanggupan hamba-Nya. Kalo belum mampu memimpin diri sendiri, bagaimana kita bisa memimpin orang lain? Tugas kita yaitu memantaskan diri untuk mampu mengemban amanah besar tersebut. Takdir sudah jelas mengatakan, maka bersemangatlah mejemputnya.

Di bangku sekolah dulu saya ikut OSIS, ROHIS, English Club, dan KIR. Kenapa tulisan 'ikut' saya bedakan dalam sederet kalimat tadi? Karena memang saya merasa hanya sebatas ikut, bukan ikut yang benar-benar IKUT *ribet*. Mengikuti kegiatan yang tergolong 'waw' tersebut seharusnya berefek pada pengetahuan, pemikiran, dan kepribadian saya. Anak OSIS biasanya dianggap lebih kritis *kenyataannya memang begitu*, tapi saya terkadang masih apatis (apa tergantung permasalahannya juga ya?). Waktu itu saya pun merasa kurang maksimal menjalankan amanah sebagai Sekretaris I dan anggota Divisi Kerohanian T.T
Anak ROHIS biasanya lebih bagus akhlak dan ibadahnya, juga yang lebih tahu mengenai ilmu agama. Tapi saya belum merasa bisa untuk menjadi figur anak rohis. Zzzzzzzz. Anak English Club biasanya dikenal mahir dalam bahasa inggris dan jago berdebat *kenyataannya memang begitu*, tapi saya orangnya nggak suka debat, hahaha. Selama ini pun saya belum memanfaatkan kemampuan bahasa Inggris yang saya miliki secara maksimal dan multilevelmarketing, masih di tahap yang-penting-gue-ngerti-maknanya. Anak KIR juga memang yang dinilai paling concern dengan permasalahan lingkungan di Indonesia dan dunia, tapi saya nggak ngerti kenapa hutan-hutan di Indonesia bisa botak dengan sebegitu cepatnya. Saya nggak tahu dan seolah nggak mau tahu dengan permasalahan lingkungan Indonesia karena saya sudah cukup pusing dengan permasalahan di lingkungan saya (?). Aaaaaaaarrrgggghhhh. Saya kurang bisa mengambil pelajaran T________T
*kurang bisa atau karena nggak mau bisa?

Sekarang di bangku kuliah saya aktif di BEM, ROHIS, dan Pers Mahasiswa. Lucunya, saya masih merasakan hal yang SAMA. Anak BEM biasanya dianggap lebih kritis dan mampu berperan sebagaimana mahasiswa (iron stock, agent of change, dan social control), tapi saya kok belum bisa ya? Huaaaaaaaaa. Apa karena masih tahun pertama? *jangan alasan!!!*. Terus juga proker yang diamanahkan ke saya seharusnya menjadi agenda rutin BEMers setiap bulan. Baru dilaksanakan sekali tapi langsung menimbulkan kontroversi *nggak segitunya juga sih* hingga diputuskan takkan dilanjutkan lagi, malah sepertinya akan dihapuskan. Masih dalam proses mencari alternatif kegiatan sih, tapi apaaa? I really have no idea @_@
Berpredikat pengurus BEM tapi nggak punya kerjaan di BEM itu nggak enak lho, serasa cuma numpang nama! Alhamdulillah-nya saya masih bisa bekerja untuk BEM dengan turut mensukseskan proker PSDM yang lain :')
Anak ROHIS lagi-lagi-dan-akan-selalu dianggap sebagai yang lebih bagus akhlak, ibadah, dan ilmu agamanya seharusnya bisa "mengondisikan", tapi kenapa saya enggan menegur teman yang berpacaran di teras kosan? Di rohis mipa, saya berperan menjalin hubungan FORKALAM dengan lembaga yang lain, tapi saya belum menghubungi salah satu CP akhwat di UNAIR untuk menjalin hubungan JRMN (Jaringan ROHIS MIPA Nasional). Pun dengan status Pers Mahasiswa. HELLOOOO, saya ini bekerja di lembaga jurnalistik mipa, tapi saya belum memiliki muwashofat *guayyya* layaknya seorang pers (kritis, curious, dll). Sudah saya targetkan untuk minimal membuat empat tulisan dalam sebulan, tapi tak terealisasi dengan alasan banyaknya kesibukan #tsaaaah

Kenapa? Kenapaa? Kenapaaaa? *benturinpalaketembok*

Saya merasa amat tersiksa melihat kenyataan bahwa saya belumlah berbuat apa-apa. Lantas apa yang kelak saya pertanggungjawabkan di hadapan Allah? T.T


Masih ada beberapa bulan lagi sebelum Laporan Pertanggungjawaban akhir tahun, insya Allah saya akan membereskan semua amanah yang sudah dilimpahkan. Semoga bisa. Semoga dimudahkan. Aamiin. Saya percaya bahwa perbuatan baik insya Allah akan selalu dimudahkan.
 

Saya lelah. Saya ingin berhenti dari ketidaktahuan dan ketidakpedulian. Saya percaya bahwa Allah sudah membekali kita potensi untuk bisa berperan di bumi-Nya. Saya yakin manusia bisa jika memang dia INGIN BISA. Saya pun yakin bahwa saya memiliki peran dalam mengembalikan kejayaan Islam di dunia, bila dalam lingkup yang kecil mungkin di Fakultas MIPA Universitas Brawijaya. Saya ingin berbuat. Saya ingin bermanfaat mulai sekarang juga!!!

?

Monday, June 25, 2012

Saya....

Seharusnya saya belajar untuk UAS besok, tapi malah keasyikan online.

Hmmm.

Tak melakukan apa-apa di saat harus melakukan apa-apa.


Okelah, saya off saja. Bye-bye.

This is(not) Weekend

Thursday, May 17, 2012

Kamis-Jum’at-Sabtu-Minggu
17-18-19-20 Mei 2012
Yeay, what a very very very looooonnnggg weekend! :D

Kemarin (16/5) saya lebih bersemangat menjalani hari. Meskipun kemarin adalah deadline pengumpulan tugas beberapa mata kuliah dan ada post-test juga (yang materinya belum saya ngerti -,-a), tapi tetap saja saya begitu semangat menyambut dan menjalani hari Rabu. Kenapa? Karena saya tahu esoknya (hari ini-red) libur panjaaaaang, hahahahaha *bahagia amat -____-“*. Seinget saya, terhitung sejak dimulainya semester dua, saya belum pernah merasakan libur *hah?*. Libur yang sebenar-benarnya libur lho. Libur yang memberi saya waktu untuk menikmati hari dengan sekedar bermalas-malasan di kosan, atau untuk menonton film-film yang sudah saya koleksi di laptop *memang hanya menjadi koleksi karena saya belum sempat menontonnya*, atau untuk sekedar nggak ke kampus :p. Yap, sepertinya yang terakhir nih yang paling “greget”. Kalo saya melihat ke belakang, sepertinya hampir setiap hari saya “bermain” di kampus tercinta. Nggak peduli hari itu saya nggak ada jadwal kuliah, nggak peduli hari itu libur nasional atau libur internasional,  nggak peduli hari itu tanggal hitam, tanggal hijau, tanggal merah,tanggal biru *emang ada ya?*, pokoknya selalu ada hal yang mem-pending rencana santai saya dan mengharuskan saya untuk datang ke kampus. Huaaaaaaaa……..
#curhat
*ya itu sih derita elo :p

Libur, menurut definisi dan pendapat kebanyakan orang *hasyah*, berarti cuti sejenak dari segala rutinitas dan melakukan refreshing activities di luar rutinitas. Memang sih hari ini dan besok tak ada perkuliahan seperti biasa, tapi tetap saja nanti jam 9 saya harus ke kampus, mengurus problematika umat *guayyaaaa*. Hehe. Kuliah tamu statistika dimana saya diamanahkan di divisi acara, H-2 pula, memaksa saya harus ikhlas menghapus kata “libur” dari pikiran, hiks. Hmmmm. Berarti Allah begitu menyayangi saya dengan selalu menyibukkan saya sehingga insya Allah saya tak sempat melakukan hal yang sia-sia =)

Oh iya, setiap weekend atau libur 2-3 hari juga biasanya dimanfaatkan oleh teman-teman saya yang berasal dari Jatim atau Jogja atau Jateng atau reasonable hometown lainnya untuk pulang ke kampung halaman, menikmati hangatnya berada di tengah keluarga tercinta. Weh. Rasanya gimana gitu mendengar kata “pulang”, hahaha. Sering saya merindukan kebersamaan dengan keluarga; sarapan pagi sambil nonton tivi, nganterin dan jemput adek ke sekolah, nemenin mama belanja, bantuin mama masak *yakin? :p*, nonton dan mengomentari acara di tivi, makan di luar bersama-sama, curhat, even just berebut tivi/laptop sama aa dan ade -_____-a. Huaaaaaaaa. Dua minggu saat libur semester kemarin sepertinya belum saya manfaatkan dengan baik untuk mereka. Terasa “hilang” justru ketika sudah tak berada di tempat yang sama, tak bisa dengan mudah melakukan hal-hal itu semua. Kalo kata soundtracknya Keluarga Cemara, “Harta yang paling berharga adalah keluarga”. Saya jadi makin memaknainya :)

Kalo melihat dari sisi lain, nggak bisa pulang kampung dalam frekuensi yang sering justru memberi saya kesempatan seluas-luasnya untuk mengikuti kegiatan/acara bagus yang justru biasanya diselenggarakan saat weekend atau bahkan saat long weekend, seperti seminar dan pelatihan. Selain itu, saya pun bisa fokus menjalani kehidupan di sini. Dan kalo saya pikir-pikir, rasa rindu bagi yang sering pulkam dan yang cuma bisa satu semester atau bahkan satu tahun sekali pulkam pasti beda. Pasti lebih menggebu. Setiap kepulangan adalah “sesuatu” sehingga terasa istimewa dan terasa lebih gimanaaaa gitu. Hehehe. Yang jelas, saya sih merasa seperti itu. Nggak iri kok sama yang bisa sering pulkam. Itu justru jadi tantangan bagi saya untuk membuat keberadaan saya di sini jauh lebih bermakna =)

Okelah, sekian curhatan dari saya. Mau siap-siap rapat nih, haha.
Semangat mengisi liburan dengan hal-hal positif dan berguna! Happy weekend semua! ^_^

Mengetuk Pintu Paksa

Friday, May 11, 2012

Saat aku lelah menulis dan membaca
Di atas buku-buku kuletakkan kepala
Dan saat pipiku menyentuh sampulnya
Hatiku tersengat
Kewajibanku masih berjebah
Bagaimana mungkin aku bisa beristirahat?
-Imam An-Nawawi-

Prolog postingan kali ini saya ambil dari buku “Jalan Cinta Para Pejuang” karya Salim A. Fillah. Sebelum membaca bukunya secara utuh, saya sempatkan untuk melihat-lihat konten isinya pada daftar isi. Salah satu subbab, Mengetuk Pintu Paksa, mampu memikat saya untuk membacanya terlebih dahulu meskipun ia berada di bab urutan ke-sekian. Tak apalah, yang penting pada akhirnya saya membaca bab yang lain juga :p

Paksaan… mungkin suatu kata dan perbuatan yang sebisa mungkin dihindari. Namun tak ada salahnya mencoba untuk memaknainya secara positif. Mungkin paksaan tersebut bertujuan tak baik sehingga ‘yang dipaksa’ tak akan sudi untuk menjalani. Mungkin juga paksaan tersebut bertujuan baik, namun ‘yang dipaksa’ masih belum mengerti. Atau mungkin cara memaksanya yang kurang baik, sehingga meskipun tujuan paksaannya baik, ‘yang dipaksa’ takkan mau untuk mengerti, apalagi menjalani. Kembali ke metode pendekatan yang seharusnya pertama kali dilakukan, yaitu menimbulkan ikatan hati, baru kemudian bisa memaksa (baca : mengajak), juga dengan hati. Seseorang akan lebih mau menerima ajakan dari orang-orang yang mampu menyentuh hatinya.

Beda tipe orang, beda juga cara “memaksanya”. Ada yang mesti dipaksa berkali-kali diiringi suasana tegang yang bikin darah tinggi, barulah dia mengerti, namun belum tentu lekas menjalani. Ada yang cukup dipaksa sekali, kemudian langsung mengerti dan menjalani. Ada yang tanpa dipaksa sebetulnya dia sudah mengerti, tapi entah kenapa belum mau menjalani. Ada yang tanpa harus dipaksa, dia sudah mengerti dan bersedia menjalani. Ada pula yang tak mau dipaksa, tapi enggan untuk mengerti, apalagi menjalani. Hmm, unik. Menarik.

Ternyata memang seseorang itu terkadang butuh dipaksa, terlebih ketika sudah jelas bahwa sebetulnya paksaan itu akan berakibat baik bagi dirinya. Banyak yang awalnya ogah minum obat dengan kepahitan tingkat dewa namun akhirnya luluh dan rela berpahit-pahit ria setelah menyadari bahwa salah satu tujuannya meminum obat adalah untuk menyembuhkan penyakitnya. Banyak yang awalnya ogah bersakit-sakit belajar, namun mau menjalani dan mengikuti prosesnya sampai akhir dengan sabar, hingga mata hatinya terbuka sendiri bahwa banyak kemudahan dan manfaat yang bisa ia ambil setelah proses panjang ini. Banyak yang awalnya ogah berbuat dan menjadi baik, takut dibilang sok alim atau sok suci, namun tetap berproses menjadi baik setelah menyadari bahwa kebaikan-kebaikan yang ia tanam kelak akan kembali ke dirinya sendiri dan menjadi penentu di akhir nanti. Banyak yang awalnya ogah menjadi anak rantau ketika mendengar cerita bahwa dunia di luar sana amat kejam, namun akhirnya rela terpisah jarak dengan orang-orang tercinta ketika menyadari bahwa merekapun rela melepas kepergiannya untuk meraih cita. Banyak wanita yang awalnya ogah menutup aurat, namun akhirnya mendapat hidayah dan ikhlas menjalani dengan semata mengharap ridho Ilahi, juga karena menyadari bahwa terumbarnya keindahan tubuhnya justru bisa membahayakan dirinya sendiri.

Sekali lagi, seseorang itu terkadang butuh dipaksa. Dipaksa oleh orang yang mampu menyentuh hatinya, atau dipaksa oleh lingkungannya. Dipaksa untuk menjadi baik, dan memaksa diri untuk menjadi baik pula. Apalah artinya punya segudang mimpi dan cita jika tak punya keinginan yang kuat untuk mewujudkannya? Apalah gunanya punya keinginan yang kuat hingga menyesakkan rongga dada jika tak kunjung diaktualisasikan dalam gerak nyata? Apalah manfaatnya berharap rezeki datang sambil duduk termangu padahal kita hanya butuh berjalan untuk mendekati dan membuka pintu?


Pada akhirnya hanya ada dua pilihan; memaksa diri untuk mau bergerak dan menggerakkan, atau memaksa diri untuk terus nrimo digerakkan? Kamu pilih yang mana?

Filsafat (?)

Friday, April 27, 2012

Akhir-akhir ini saya sering melihat new stories di home Facebook mengenai teman-teman yang baru saja menggunakan aplikasi “Pekerjaan apa yang cocok untukmu 10 tahun ke depan”. Wew, sekilas mungkin terlihat seperti aplikasi peramalan, tetapi pada kenyataannya itu hanya aplikasi “asal tebak”. Kenapa saya bilang demikian? Ya karena memang untuk mendapatkan hasil akhir dari aplikasi tersebut tak perlulah repot mendaftar, mengambil nomor antrian, mengantri berhari-hari sambil berdiri, pergi bersemedi *sumpah, ini lebai sekali*. Ah kok pembicaraan saya jadi ngalor ngidul ya. Maksud saya, untuk mendapatkan hasil akhir dari aplikasi ini nggak perlu tuh yang namanya ngisi identitas sama jawab banyak pertanyaan yang bikin perut kembali lapar padahal 30 menit yang lalu baru saja makan (?). Tinggal klik aplikasinya, accept, klik, klik, klik. Saya lupa berapa kali harus meng-klik dan apa saja yang harus di-klik. Yang jelas sih inti dari aplikasi ini adalah kita banyak meng-klik. Sama sekali nggak perlu berpikir analitis kok… *tapi mutlak perlu jika Anda tak punya banyak waktu untuk mengeksplor berbagai macam aplikasi, lebih baik berpikir ulang berkali-kali sebelum menggunakan aplikasi ini ^^v

Mungkin kalian bertanya-tanya, “Kalo nggak jawab pertanyaan, darimana aplikasi tersebut bisa menyimpulkan pekerjaan apa yang cocok untuk kita?”. Yah, sebetulnya saya juga nggak tau, mungkin admin-nya mengecek keaktifan kita di fesbuk (?), kaya banyaknya postingan, banyaknya comment, frekuensi comment, dan tak menutup kemungkinan bahwa sang admin adalah fans kita (he knows everything :p). Interesting. Meskipun seutuhnya saya tahu bahwa itu HANYAlah aplikasi pereka, tetap saja rasa iseng-iseng-ingin-tahu bergelora di dada. Yah, kali aja iseng-iseng kali ini berhadiah :D

Saya klik saja aplikasi itu. Batin saya bertanya, “ini mana pertanyaan yang harus saya jawab?”. Seinget saya, saya Cuma meng-klik salah satu button yang warnanya paling beda dari yang lain, voila… muncul hasil “ramalan”; sejenis name-card beserta deskripsi singkatnya.

“Mempertanyakan kehidupan dari perspektif yang berbeda”

Itu yang pertama saya baca. Dan begitu melihat name card-nya, wuihhh… takjub! Masa saya dianggap cocok menjadi ahli filsafat!!! Mikir yang berat-berat aja emoh, apalagi kalo harus berkutat sama filsafat XD

this is it!!! :p

Intinya, jangan terpengaruh sama aplikasi fesbuk yang satu ini, hehe. Boleh sih kalo jadi membuka mata terhadap potensi terpendam kita, dan bahkan lebih boleh lagi kalo jadi termotivasi untuk mengembangkan potensi yang kita miliki. Kalo kata pepatah, “rumput tetangga kadang terlihat lebih hijau dibandingkan rumput di halaman rumah sendiri”. Well, terkadang kita memang lebih banyak iri melihat kelebihan orang lain tanpa pernah berfikir bahwa Allah juga sudah memberikan kelebihan pada diri kita. What we gotta do is… sadari bahwa diri kita memiliki sejuta potensi, lalu kembangkan potensi tersebut agar bisa bermanfaat bagi umat. Sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat bagi sesama :)

Btw, I love the name-card. It’s beautiful ;)

Untukmu, Kartini

Saturday, April 21, 2012


Ibu Kartini
Sungguh kami kagum
Atas semangatmu mencerahkan negeri
Memperjuangkan emansipasi
Bahwa seharusnya tak ada penyepelean terhadap kaum wanita
Apabila dibandingkan dengan kaum lelaki

Ibu Kartini
Penggerak kebangkitan perempuan pribumi
Status priyayi tak menjadi sekat antara kau dan kami
Juga tak menjadikanmu bermalas diri
Dimanja bak permaisuri
Berdiam dalam istana, di balik tembok megah nan tinggi
Bahkan mungkin enggan beranjak untuk sekadar menikmati hangat sinar mentari

Ibu Kartini
Buku dan surat adalah temanmu setiap hari
Dari itu semua kau mengerti
Bahwa tak seharusnya wanita diperlakukan seperti ini
Seharusnya wanita lain pun mengerti
Bahwa sudah bukan masanya lagi hak-hak mereka dibatasi

Ibu Kartini
Engkau salah satu sosok penginspirasi
Bagi kami, juga bagi generasi penerus nanti

R. A. Kartini

What Does It Mean?

Wednesday, March 28, 2012

Sebuah pertanyaan pembuka di awal perkuliahan (Rabu, 28 Maret 2012 jam 07:35 di Ruang GS1.9)....

Saya : Di soal kuis yang minggu kemarin kan kita diberi selang kepercayaan 93% dengan α = 7%, sedangkan pada t table tidak terdapat nilai α/2 = 0,035. Lantas bagaimana cara kita mendapatkan nilainya, Pak?

Dosen : Ya lakukan pendekatan terhadap nilai yang sudah ada.

Saya : Gimana caranya?

Dosen : Kamu nggak tahu cara melakukan pendekatan? Nggak punya pacar ya? Makanya punya pacar, biar tahu caranya….
 
Saya : !@#$%^&*

My Parents, My Bestfriends ♥

Wednesday, March 14, 2012


Kali ini saya ingin bercerita betapa orang tua saya adalah teman curhat yang sangat berharga :D

Saya adalah seseorang yang senang bercerita, baik hal yang bener-bener penting maupun hal yang sebetulnya nggak penting. Biasanya, yang menjadi bahan cerita saya adalah apa yang saya baca atau dengar, apa yang sedang saya pikirkan, lakukan atau sekadar rasakan, dan bahkan siapa atau apa yang saya temui di jalan. Objek cerita favorit saya adalah beberapa teman dekat dan pastinya orang tua saya sendiri. Setelah menjadi anak rantau, rasanya semua hal yang terjadi di sini ingin selalu saya ceritakan ke mereka. Pengalaman yang serba pertama, ketemu orang-orang yang “unik”, suasana di kampus dan di kosan, ikut organisasi A B C, besok ada kuis atau ujian ini itu, main ke suatu daerah, bahkan ketika sedang ada aksi di kampus pun saya ceritakan, hehehe.

Messaging di HP adalah fasilitas yang paling sering saya gunakan untuk bercerita. Selain karena mubazir jika paket SMS harian tidak digunakan, saya pun bisa to the point dan live report mengabarkan. Tapi lewat telepon saya juga suka kok, karena bisa lebih banyak yang diceritakan, sambil tertawa, dan mengetahui langsung respon lawan bicara. Kalo kata temen-temen saya, orang tua saya termasuk orang tua yang  GAUL, mengerti dunia anak jaman sekarang. Mereka bijak dan asik diajak bicara. Mereka tau dan kenal dengan teman-teman saya. Mereka tau aktivitas saya. Mereka selalu menanggapi sms-sms curhatan saya. Mereka pun akrab dengan dunia maya (belakangan, saya baru sadar bahwa selama ini mereka “memantau” apa saja yang saya lakukan lewat Facebook dan ternyata postingan di blog saya dibaca oleh mama -_____-“).  Mereka memahami segalanya tentang saya *yaiyalah*.

Sekitar seminggu yang lalu, Ayah saya mengirim sms, menanyakan kabar dan mengatakan bahwa beliau rindu saya. SMS ini sukses membuat teman-teman saya merasa cemburu dan berkomentar, “Kok orang tuaku nggak pernah kaya gitu ya?” ^^v

Dari inbox di HP saya, teman-teman saya mengetahui bahwa orang tua saya luwes berbahasa dan sering menggunakan emoticon ketika mengetik SMS. Kemudian ada satu dari mereka yang bercerita bahwa Ayahnya menggunakan bahasa formal ketika berkomunikasi dengannya, seperti mengetik pesan tanpa ada satu kata pun yang disingkat, bahkan membahasakan dirinya sebagai “Saya” ketimbang “Bapak” :p. Teman saya bilang, “Pak, jemput di blablabla ya”. Lalu Bapaknya membalas, “Ya, saya tunggu di sana jam blablabla”. Hahahaha. Lucu nggak sih dengernya? Saya aja sampe ketawa geli, padahal itu lagi di perpustakaan XD
Terus ada lagi temen yang cerita bahwa Ibunya kalo mengirim SMS nggak pernah tuh yang namanya pake emoticon :p

Ada kontak batin antara anak dengan orang tua. Tanpa kita perlu bercerita, sebetulnya mereka mengerti apa yang kita rasakan. But, somehow, we want them to know exactly from their children, not from others, right? :)
Mungkin mereka tak merespon ketika kita bercerita, tapi yakinlah bahwa mereka tetap memantau keadaan anaknya, menyayangi kita sepenuh jiwa, dan selalu menyebut nama kita di setiap do’a :)

Oke, mungkin segini dulu postingan saya. Sepertinya cukup untuk sejenak mengobati rindu. Insya Allah lain kali akan saya ceritakan hal-hal lainnya :D

Terinspirasi dari obrolan di perpustakaan (13/3) yang membuat saya semakin bangga dengan orang tua saya dan rindu ingin segera bertemu mereka.

Mengapa Aku Ada di Sini?

Sunday, March 11, 2012

Sejak masih duduk di bangku SMP, saya sudah bercita-cita ingin kuliah di Universitas Indonesia (UI), Depok. Penyebab utamanya adalah karena "dipengaruhi" oleh orang tua dan orang-orang di sekitar saya untuk merasakan kuliah di almamater mereka. Cita-cita saya saat itu begitu membara, menggerakkan saya untuk mencari tahu segala hal tentangnya. Ketika kelas 3 SMP teman-teman saya sibuk membicarakan mau melanjutkan ke SMA mana, saya justru sibuk membandingkan UI dengan universitas lainnya. Orang-orang yang mengenal saya pasti masih ingat betapa dulu saya sangat tergila-gila. Satu tekad dalam hati, suatu hari nanti saya pasti bisa menjadi mahasiswi UI.

Sekarang... saya adalah mahasiswi Universitas Brawijaya (UB), Malang. Dulu sempat terfikir, "Mengapa saya ada di sini?". Bila dibandingkan dengan cita-cita saya waktu itu, tak sesuai, bukan? Tapi insya Allah saya tetap bahagia dan bersyukur karena saya yakin memang inilah yang terbaik bagi saya. Semua hal benar-benar terasa indah, terencana sempurna oleh-Nya. Gagal di SNMPTN (pilihan pertama saya UI dan yang kedua IPB) adalah cara Allah menempatkan saya di Universitas Brawijaya. Dia Membolak-balik hati saya sehingga beralih dari Teknik Elektro ke Statistika. Dia memberi wilayah dan medan dakwah yang baru sehingga saya makin merasakan dinamikanya yang memang seru. Dan Dia juga memberi saya tempat lain untuk menikmati indah langit-Nya yang biru agar di mata saya tak lagi tampak abu-abu karena dominasi polusi dan debu =)

Dimanapun kita ditempatkan, pasti di situlah yang terbaik, karena Allah Menghendaki sesuatu atas keberadaan kita di bumi-Nya. Dia tak memberi yang melebihi batas kemampuan kita. Dia mendewasakan kita dengan menyiapkan serangkaian pelajaran dari orang-orang ataupun kejadian-kejadian, mungkin selama ini kita yang kurang bisa memanfaatkan dan mengambil hikmahnya. Tugas kita adalah banyak belajar dan terus belajar.

Jika kau masih bertanya, "mengapa aku ada di sini?", insya Allah seiring berjalannya waktu semua itu akan terkuak dan menjadi jawaban kenapa Allah menempatkan kau di sini, bukan di sana ;)


Malang, 11 Maret 2012   5:27 PM

*sembari menunggu hujan reda

Merantau (part 1)

Sunday, February 5, 2012


Sudah lama saya ingin menulis tentang ini. Tetapi dikarenakan banyak hal *atau banyak alasan? :p* maka baru hari ini berhasil saya realisasikan. Tak apa lah.

Kuliah semester satu sudah berakhir. Kartu Hasil Studi (KHS) sudah diumumkan di account masing-masing mahasiswa sekitar seminggu yang lalu. Tampak barisan nama mata kuliah beserta jumlah SKS dan hasil (nilai) akhir di sebelah kanannya yang sudah dikonversi ke dalam abjad (A, B+, B, C+, C, D+, D, dan E). Sesungguhnya ada satu poin yang paling menyita perhatian kami –para mahasiswa- ketika membuka page tersebut, yaitu Indeks Prestasi alias IP, yang berada di bagian kiri-bawah. Menantinya membuat deg-degan sekaligus penasaran, apalagi bagi saya yang notabene baru menjalani semester pertama ;)

Diterima di salah satu PTN di luar domisili mengharuskan saya menjadi anak rantau. Memang itu sesuai dengan keinginan saya, namun tetap saja ada rasa berat di masa awal menjalaninya. Seiring berjalannya waktu, saya menemukan keasyikan dan kebahagiaan tersendiri di dalamnya, bahkan saya justru menikmatinya. Banyak sekali hal-hal yang mewarnai kehidupan saya selama lima bulan kemarin berada di Malang sana. Bukan hanya mewarnai, tetapi juga mempengaruhi bahkan mengubah (insya Allah ke arah yang positif) kebiasaan, kemandirian, kedewasaan, ketangguhan, kemauan, pola pikir, dan lain sebagainya.

Ambil contoh hal yang sederhana : manajemen keuangan *eh, ini nggak sederhana ding ^_^v*. Dari SD sampai SMA, saya biasa dikasih uang jajan per hari, setiap mau berangkat sekolah. Hal ini tentunya mempengaruhi pola pikir dan pola hidup saya *wuih bahasanya berat :p*. Saya bisa menggunakan bahkan menghabiskan jatah uang hari itu dengan tenang, tanpa perlu berpikir : “wah, harus hemat nih”, “duh, duit tinggal segini, nanti malem dan besok-besok makan apa ya?”, atau “alamak… kiriman belum datang tapi dompet sudah kosong”. Manajemen keuangan pun bisa dilakukan sesuka hati. Yang saya tahu, ketika sepulangnya saya dari sekolah, maka segala kebutuhan saya adalah tanggung jawab orang tua, hehe. Pokoknya, uang itu hanya saya pake selama saya di luar rumah! :p

Berbeda ketika saya sudah menjadi anak rantau. Orang tua memberi saya kepercayaan untuk me-manage uang per bulan. Di situ dituntut kedewasaan yang matang, juga sisi hemat yang harus lebih ditekankan :p. Karena uang tersebut digunakan dalam jangka panjang, maka penggunaannya nggak bisa sesuka hati. Banyak hal yang dipertimbangkan setiap kali mau mengeluarkan uang. Akhirnya, begitu seseorang menjadi anak rantau, biasanya muncul sifat hemat, cermat, dan berpikir matang sebelum mengambil keputusan, hehe.
*ini kan perubahan yang positif ^_^v

Contoh lain : mencuci dan menyetrika baju. Dari dulu, saya tak pernah dipusingkan dengan urusan ini. Namun bukan berarti saya sama sekali tak tahu bagaimana caranya. “Tenaga” saya hanya digunakan ketika di rumah tidak ada yang mengerjakan, atau ketika meringankan pekerjaan orang tua. Anak rantau dituntut untuk mengurus dan melakukan semuanya sendiri (maksudnya : mandiri). Meskipun di samping kosan saya ada jasa laundry yang tarifnya relatif murah (2500/kg), tapi saya tak tergugah untuk menggunakan jasanya (well, dulu lumayan sering sih ketika masih awal kuliah, masih belum tahu bagaimana strategi mengatur waktu mencuci baju :p. Pernah juga untuk sekadar me-laundry selimut karena berat kalo dicuci dan dijemur sendiri, hehe).

Karena hidup sendirian (ngerantau sendiri maksudnya), tak ada lagi yang bisa diandalkan untuk urusan ini, kecuali diri sendiri. Sesibuk apapun, harus tetap menyediakan waktu, minimal sekali dalam satu minggu :p. Ah… ya… saya ingat. Awal masuk kuliah, sekitar bulan September-Oktober, dalam seminggu saya bisa mencuci sampai 3x karena masih luangnya waktu. Biasanya jadwal nyuci yang enak itu pagi hari Senin-Rabu-Sabtu *beeeuh, serasa jadwal bimbel*. Pertengahan kuliah,(bulan November) saya mulai agak sibuk, nyucipun cuma bisa 2x dalam seminggu, biasanya hari Senin sama Sabtu, itupun lebih sering nyuci saat malam hari sebelum tidur 0.0

Klimaks kesibukan saya semester kemarin adalah saat bulan Desember *halah gaya*. Saya lebih sering menemukan waktu yang memungkinkan untuk mencuci saat Sabtu malam ataupun Minggu pagi, itu juga harus dipaksain banget *teringat takkan ada baju untuk seminggu ke depan jika saya malas mengerjakannya*. Baju kotor menumpuk, diakumulasikan untuk dikerjakan saat akhir minggu. Hahaha. Terkadang di pertengahan minggu saya sudah kehabisan stok baju untuk kuliah, jadilah memadu-madankan pakaian yang tersisa di lemari *tapi menurut saya itu masih matching kok :p*. Hmmm, sepertinya memang lebih baik memiliki banyak stok baju ya biar nggak makin dipusingkan *sama urusan baju* kalo lagi pusing-pusingnya sama agenda yang padat ^^

Sungguh, menjadi anak rantau benar-benar memberikan banyak pengalaman. Sensasi dari kejadian suka-dukanya itu loh yang bikin seru. Mungkin kau takkan bisa dan takkan pernah mengerti jika tak merasakannya sendiri ;)

To be continued….