Merantau (part 1)

Sunday, February 5, 2012


Sudah lama saya ingin menulis tentang ini. Tetapi dikarenakan banyak hal *atau banyak alasan? :p* maka baru hari ini berhasil saya realisasikan. Tak apa lah.

Kuliah semester satu sudah berakhir. Kartu Hasil Studi (KHS) sudah diumumkan di account masing-masing mahasiswa sekitar seminggu yang lalu. Tampak barisan nama mata kuliah beserta jumlah SKS dan hasil (nilai) akhir di sebelah kanannya yang sudah dikonversi ke dalam abjad (A, B+, B, C+, C, D+, D, dan E). Sesungguhnya ada satu poin yang paling menyita perhatian kami –para mahasiswa- ketika membuka page tersebut, yaitu Indeks Prestasi alias IP, yang berada di bagian kiri-bawah. Menantinya membuat deg-degan sekaligus penasaran, apalagi bagi saya yang notabene baru menjalani semester pertama ;)

Diterima di salah satu PTN di luar domisili mengharuskan saya menjadi anak rantau. Memang itu sesuai dengan keinginan saya, namun tetap saja ada rasa berat di masa awal menjalaninya. Seiring berjalannya waktu, saya menemukan keasyikan dan kebahagiaan tersendiri di dalamnya, bahkan saya justru menikmatinya. Banyak sekali hal-hal yang mewarnai kehidupan saya selama lima bulan kemarin berada di Malang sana. Bukan hanya mewarnai, tetapi juga mempengaruhi bahkan mengubah (insya Allah ke arah yang positif) kebiasaan, kemandirian, kedewasaan, ketangguhan, kemauan, pola pikir, dan lain sebagainya.

Ambil contoh hal yang sederhana : manajemen keuangan *eh, ini nggak sederhana ding ^_^v*. Dari SD sampai SMA, saya biasa dikasih uang jajan per hari, setiap mau berangkat sekolah. Hal ini tentunya mempengaruhi pola pikir dan pola hidup saya *wuih bahasanya berat :p*. Saya bisa menggunakan bahkan menghabiskan jatah uang hari itu dengan tenang, tanpa perlu berpikir : “wah, harus hemat nih”, “duh, duit tinggal segini, nanti malem dan besok-besok makan apa ya?”, atau “alamak… kiriman belum datang tapi dompet sudah kosong”. Manajemen keuangan pun bisa dilakukan sesuka hati. Yang saya tahu, ketika sepulangnya saya dari sekolah, maka segala kebutuhan saya adalah tanggung jawab orang tua, hehe. Pokoknya, uang itu hanya saya pake selama saya di luar rumah! :p

Berbeda ketika saya sudah menjadi anak rantau. Orang tua memberi saya kepercayaan untuk me-manage uang per bulan. Di situ dituntut kedewasaan yang matang, juga sisi hemat yang harus lebih ditekankan :p. Karena uang tersebut digunakan dalam jangka panjang, maka penggunaannya nggak bisa sesuka hati. Banyak hal yang dipertimbangkan setiap kali mau mengeluarkan uang. Akhirnya, begitu seseorang menjadi anak rantau, biasanya muncul sifat hemat, cermat, dan berpikir matang sebelum mengambil keputusan, hehe.
*ini kan perubahan yang positif ^_^v

Contoh lain : mencuci dan menyetrika baju. Dari dulu, saya tak pernah dipusingkan dengan urusan ini. Namun bukan berarti saya sama sekali tak tahu bagaimana caranya. “Tenaga” saya hanya digunakan ketika di rumah tidak ada yang mengerjakan, atau ketika meringankan pekerjaan orang tua. Anak rantau dituntut untuk mengurus dan melakukan semuanya sendiri (maksudnya : mandiri). Meskipun di samping kosan saya ada jasa laundry yang tarifnya relatif murah (2500/kg), tapi saya tak tergugah untuk menggunakan jasanya (well, dulu lumayan sering sih ketika masih awal kuliah, masih belum tahu bagaimana strategi mengatur waktu mencuci baju :p. Pernah juga untuk sekadar me-laundry selimut karena berat kalo dicuci dan dijemur sendiri, hehe).

Karena hidup sendirian (ngerantau sendiri maksudnya), tak ada lagi yang bisa diandalkan untuk urusan ini, kecuali diri sendiri. Sesibuk apapun, harus tetap menyediakan waktu, minimal sekali dalam satu minggu :p. Ah… ya… saya ingat. Awal masuk kuliah, sekitar bulan September-Oktober, dalam seminggu saya bisa mencuci sampai 3x karena masih luangnya waktu. Biasanya jadwal nyuci yang enak itu pagi hari Senin-Rabu-Sabtu *beeeuh, serasa jadwal bimbel*. Pertengahan kuliah,(bulan November) saya mulai agak sibuk, nyucipun cuma bisa 2x dalam seminggu, biasanya hari Senin sama Sabtu, itupun lebih sering nyuci saat malam hari sebelum tidur 0.0

Klimaks kesibukan saya semester kemarin adalah saat bulan Desember *halah gaya*. Saya lebih sering menemukan waktu yang memungkinkan untuk mencuci saat Sabtu malam ataupun Minggu pagi, itu juga harus dipaksain banget *teringat takkan ada baju untuk seminggu ke depan jika saya malas mengerjakannya*. Baju kotor menumpuk, diakumulasikan untuk dikerjakan saat akhir minggu. Hahaha. Terkadang di pertengahan minggu saya sudah kehabisan stok baju untuk kuliah, jadilah memadu-madankan pakaian yang tersisa di lemari *tapi menurut saya itu masih matching kok :p*. Hmmm, sepertinya memang lebih baik memiliki banyak stok baju ya biar nggak makin dipusingkan *sama urusan baju* kalo lagi pusing-pusingnya sama agenda yang padat ^^

Sungguh, menjadi anak rantau benar-benar memberikan banyak pengalaman. Sensasi dari kejadian suka-dukanya itu loh yang bikin seru. Mungkin kau takkan bisa dan takkan pernah mengerti jika tak merasakannya sendiri ;)

To be continued….