Wiguna Sekar

Monday, September 27, 2021

Perihal jodoh tuh emang misteri banget sih. Hak prerogatif Allah dalam memasangkan dua insan.

Terinspirasi cerita Miw @lilaccountz & sender paket di Twitter 😆

Yang bisa merasakan hikmah/kecocokan perjodohan dari Allah tuh emang cuma pasangan tersebut. Orang lain mah nyimak dan berasumsi aja 😆

Dulu tahun 2014-2016 (pas tahap menyiapkan diri utk nikah) ngga pernah sekalipun kepikiran utk nikah sama @tyowiguna. Notice/inget2 orangnya aja engga. Beda sirkel & kesibukan gitu loh 😅

Tetiba Januari 2017 @tyowiguna datang padaku, melalui chat WA seseorang, menanyakan "availability". Kaget gaaa? Ya kaget lah masa engga~

Ketika Allah (hendak) menakdirkan sesuatu utk kita, rasanya semua hal begitu "pas" dan "mendukung". Saat itu diriku memang sudah siap nikah, rencana nikah thn 2017 (entah ma sapa 🤣), sudah punya persiapan, dan serasa "pas" aja. Allah bimbing utk yakin "insya Allah ini jodoh, jalan dan waktu kami".

Alhamdulillah. Allah Maha Mengetahui. Sejauh ini kami merasa sangat cocok dalam hal2 prinsipil dan besar. Tp sebagai manusia yg uniqqq, tentu kami jg punya banyak perbedaan 🤣
Overall, Alhamdulillah we feel that we fit for each other.

Hal prinsipil tuh gimana bun? Misalnya agama, visi & misi hidup, pola pikir (prinsip kehalalan, kebaikan, kebermanfaatan), dll.
Kalau hal yg ga prinsipil? Misalnya preferensi cara menikmati bubur 💆‍♀️

Orang lain banyak yg menilai kami punya kecocokan akademis. Ya mungkin itu saat SMK. Dulu belajar MTK, fisika, elektro, dll bareng. Setelah lulus, selera belajar, kegiatan & bidang kami berbeda. 🤣

Aplg setelah menikah, kami ngga pernah "belajar bareng" (technically) utk hal2 itu. Daku sibuk belajar sama teman2 kuliah dan banyak orang, bukan sama @tyowiguna 😂

Kami tidak berkutat di dunia akademis. Rumah tangga kami tidak hidup dalam nuansa akademis, melainkan dengan hal2 yang santuy tapi tetap punya tujuan besar : bersama hingga surga. Aseeekkk~

Alhamdulillah. Lucu aja gitu. Sebelum proses nikah, ga pernah kebayang akan se-cocok itu dgn seorang. Pas dijalani, ternyata cocok banget. Ada maksud yang Allah hadirkan 😄

Dah. Moga Allah berkahi #KeluargaWigunaSekar. Semoga bisa terus bersama sampai surgaaa~


Tangerang, 27 September 2021
20:21
@sekarkasih

Bimbingan Tesis S2 PPIM Keuangan FEB UI

Thursday, May 20, 2021

Selama hampir setahun proses bimbingan tesis di masa pandemi, mayoritas komunikasi dilakukan lewat email dan sesekali WhatsApp. Sayangnya, ada yang tidak bisa dipenuhi dari proses bimbingan jarak jauh, yaitu kebutuhan interaksi langsung sesama manusia. Padahal proses bimbingan, pembinaan, mentorship, atau apapun istilahnya, tentu melibatkan hati.

Hari ini kami melakukan bimbingan online yang ke-4, setelah terakhir kali dilakukan sekitar 3 bulan lalu. Rasanya senang sekali bisa presentasi progres tesis dan tertawa bareng teman bimbingan sekaligus Dosen Pembimbing. Alhamdulillah. I've been always waiting for session like this. 😍🤭

Sekar jadi lebih happy setelah mendapat masukan untuk tesis dan bercerita proses conference yang akan diikuti.

Mba Putri barangkali merasa lebih kuat setelah bercerita tentang ujian dari Allah yang sedang dihadapi.

Mba Wening barangkali merasa lebih tenang melanjutkan proses analisis setelah menyampaikan kebingungan.

Ibu Viverita, Dosen pembimbing kami, juga barangkali merasa sedikit lebih lega setelah bercerita diiringi tertawa, "Saya pusing banget, banyak kerjaan di luar mengajar. Kemarin saya menguji tesis mahasiswa MM sampai tiba2 kepala saya terasa berputar. Hahaha".

Ya memang. Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bercerita dan didengarkan. Dengan begitu, kita merasa "hidup", dicintai dan tidak berjuang sendiri. Azeeeeek.

Berceritalah, meskipun kita tidak sedang meminta solusi.
Dengarkanlah, meskipun kita tidak selalu bisa menawarkan solusi.


Dalam rangka merapikan kenangan bimbingan tesis.

Tangerang, 20 Mei 2021
17:52

sekarkasih.

Duniawi

Friday, April 2, 2021

Sejauh ini, saya merasa sudah menjadi orang yang relijius. Merasa sudah berusaha mengikuti tuntunan Islam dalam hampir semua aspek kehidupan. Merasa sudah meluruskan mindset supaya sesuai isi Al-Qur'an dan hadits. Merasa sudah berusaha melihat sesuatu sesuai perspektif Islam dan ridho Allah.

Tapi perasaan hanyalah perasaan. Kita, manusia, memang sulit menilai diri sendiri secara objektif. Kita butuh orang lain untuk memberitahu apa yang ada di blind spot, yakni hal2 yang ngga bisa terlihat atau ternilai oleh diri kita. Orang lain bisa mengevaluasi diri kita dengan lebih objektif dan barangkali komprehensif, asal kita siap menerima hal2 pahit.

Tentu @wigunaprasetyo tau banyak dan dalam tentang pemikiran saya, termasuk pertimbangan2 saya ketika merencanakan sesuatu. Saya (sudah) merasa meluruskan niat, merencanakan dan mengikhtiarkan yg terbaik, mengikuti tuntunan agama, serta siap memasrahkan semua sesuai kehendak-Nya. Tapi dalam beberapa rencana ternyata beliau mengomentari, "Bunda kok duniawi banget sih pertimbangannya!".

Saya yang merasa relijius langsung defensif. Whattt?!?!?! Kok gw dibilang duniawi? 🤣🤣🤣

Misalnya ketika membahas rencana memiliki anak lagi. Saya bilang bahwa saya "lebih siap" ketika SAYA sudah memiliki penghasilan xx juta per bulan.

Tentu saya ngga asal2an membuat pertimbangan itu, wong memang saya ada amanah menanggung kebutuhan finansial orang tua. Saya merasakan betul perjuangan emak2 ketika sudah punya anak namun tetap ingin produktif & berpenghasilan. Ingin bergerak dan berinovasi bebas, tp di sisi lain waktu-tenaga-pikiran sudah hampir full digunakan mengurus anak. Demi kesehatan fisik dan mental, tak bisa dan tak mau melakukan hal lain di luar mengurus anak. Pada akhirnya banyak hal2 yang "terpaksa" dikesampingkan, termasuk mengembangkan diri dan menjemput rezeki.

Pertimbangan "duniawi" tersebut sebetulnya saya maksudkan utk bisa terus berbakti pada orang tua, yg akhirnya semoga bisa jd pemberat kebaikan saya di akhirat.

Yaaa kalaupun itu termasuk pertimbangan yang "terlalu duniawi", semoga pertimbangan keduniawian itu bisa menjauhkan saya dari sikap mengabaikan ikhtiar.

Allah ngga akan mengubah suatu kondisi ketika kita ngga berusaha mengubahnya, kan?

Hangat

Dua tahun ini diriku rutin merebus air setiap pagi dan sore untuk Hanif mandi air hangat. Tampak repot, dan beneran memang repot, sampai tak pernah berpikir melakukan itu untuk diri sendiri. Bagiku, yang penting bisa mandi dengan tenang aja sudah cukup.

Hari ini hari ke-4 sedang tidak enak badan. Batuk, pilek, flu, ditambah semalam agak pusing & demam. Ku berpikir perlu menyayangi diri sendiri, bahasa lainnya "self love", dengan mandi air hangat. Kali ini ku rebus sepanci air untukku, bukan untuk Hanif. Mandi air hangat ternyata men(y)enangkan sekali.

Begitulah seorang Ibu. Yang ada dalam prioritasnya adalah urusan anak dan suami, sampai tanpa sadar sering mengabaikan urusannya sendiri.

Hal-hal yang merepotkan dalam mengurus anak, suami dan rumah tangga akan tetap diperjuangkan. Tapi hal-hal yang merepotkan untuk keperluan diri sendiri barangkali justru akan ia tunda dan sebisa mungkin ia hindari.

Tapi, heeei, Ibu, kamu berhak mencintai dan merawat dirimu sendiri lho. Ibu yang bahagia akan menyalakan kebahagiaan dalam rumah tangga ❤️

Bojonggede, 2 April 2021
19:40

#selflove 

Ujian Mendadak

👨 : Tadi abis shalat subuh di mushala ada tausyiah dari Ustadz tentang Hanzalah. Bunda tau Hanzalah ga?

🧕 : Tau lah

👨 : Emang Hanzalah siapa?

🧕 : Sahabat Rasul~

👨 : Kisahnya yang mana?

🧕 : Dipanggil berjihad ketika malam pengantin. Dia berangkat perang dalam keadaan junub, trus mati syahid dan dimandikan malaikat. (dalam hatiku : yessss gw bisa jawab 😎😎😎)

👨 : Tumben. Biasanya Bunda kurang pinter tentang sirah. 🤣🤣🤣

#KeluargaWigunaSekar #obrolanwigunasekar #sirahsahabat


Ahad, 28 Maret 2021
Ba'da subuh