Pahlawan Gadget (?)

Monday, November 10, 2014

Setiap barang ada masanya, dan setiap masa ada barangnya.
(Kasih, 2014)

Setelah dua pekan lalu laptop saya diistirahatkan selama sepuluh hari di service centre karena engselnya pecah *apaaa??? coba ulangi! engselnya pecah? PECAH???*, tadi pagi smartphone saya mendadak cari perhatian. Iyes, dia mati-nyala-mati dengan sendirinya tanpa saya perintahkan. Ajaib. Saat tadi saya sedang bermusyawarah bersama teman-teman, selama itu pula dia berulang kali seperti itu. Saya biarkan saja, yang penting dia nggak mengganggu keberlangsungan acara (?). Lalu ada teman musyawarah saya yang baik bersedia meminjamkan salah satu hapenya untuk saya gunakan sementara. Alhamdulillah. Rezeki anak baik. XD

Sorenya saya memutuskan untuk membeli hape yang biasa-biasa saja, yang penting bisa untuk sms, telepon, alarm, radio, dan lampu senter dan juga nggak rusak meskipun sering jatuh. Bagi saya itu cukup untuk sementara ini. Nanti saja lah kalau harus beli smartphone lagi, semoga ada rezeki. Menembus gerimis lebat, saya menuju toko hape naik angkot, bagai seseorang yang rela berjuang menjemput sang pujaan hati. Tadaaaaa, akhirnya saya beli hape Sam*ung seharga dua lembar uang berwarna merah, yang insya Allah akan memudahkan saya berdakwah. Ceilaaaah.

Iseng ngobrol dengan mas-mas penjaga toko, saya menceritakan apa yang terjadi pada hape saya. Dengan sumringah mas-mas menjawab bahwa hape saya hanya butuh di-reboot, dan kebetulan di toko tersebut melayani reboot atau servis ringan. Saya serasa menemukan jalan di tengah hutan. Saya serahkan smartphone saya ke si mas-mas, katanya sih butuh waktu sekitar 3 hari untuk di-reboot. Oke gapapa deh. Alhamdulillah sekali jalan bisa selesai dua urusan.

Dan kalian tahu? Di perjalanan naik angkot tadi saya berpikir. Bisa jadi rusaknya gadget saya akhir-akhir ini adalah sebagai teguran dari Allah karena saya kurang mengoptimalkan penggunaan mereka, hiksssss T.T
Laptop, kurang digunakan untuk berkarya, menulis sesuatu yang bermanfaat (kenapa hanya "menulis"? karena saya nggak bisa mendesain, membuat video, mengedit foto, dan sejenisnya), setidaknya menginspirasi saja. Mungkin ia lebih banyak digunakan untuk hal yang sia-sia. Oh iya, mungkin ia marah karena nggak lekas diajak ngerjakan skirpsi ._.
Smartphone, yang sejatinya untuk menjalin silaturahim sebagaimana fungsi utamanya, mungkin ia lebih banyak berfungsi sebagai tempat penyaluran kegejean saya, apalagi semenjak ada Instagram *___*. Mungkin ia juga kurang digunakan untuk berkirim nasihat kebenaran dan kesabaran  .-.

Ya Rabbi. Sejujurnya aku bersyukur Kau menegurku saat ini, bukan nanti-nanti.
Untuk urusan dosa, aku benci akumulasi.

====================================================================

Anyway, selamat #HariPahlawan 10 November.
Jangan mencari-cari siapa pahlawan jaman sekarang. Kamu dan akulah orangnya.

Rain Made Me Smile :)

Friday, November 7, 2014

Tadi siang, sekitar jam-jam shalat Jum'at, saya berkutat di depan laptop ngebenahin proposal skripsi. Keasyikan di laboratorium Statistika yang tempatnya nyaman dan adem dan internet gratis, samar-samar saya mendengar suara rintik hujan. Mengintip dari balik jendela, benarlah di luar sana sedang turun hujan. After all these times :") Allahumma shayyiban naafi'an.

Rencananya sih sekitar jam setengah dua mau menghadap Pak Efendi, dosbing skripsi saya. Dodolnya saya, entah kenapa saya nggak memastikan lagi ke beliau jadwal fix saya bisa konsultasi jam berapa. Akhirnya saya serasa berada dalam ketidakpastian. Walhasil, saya baru ngeprint dokumen mepet jam setengah dua *gubrakkk*. Gerimis kecil, semi hujan gitu, saya terobos. Saya berlari-lari ke rental komputer terdekat dari kampus sambil menutupi kepala dengan map plastik putih transparan soalnya saya nggak punya payung. Berasa banget perjuangannya. Apa sih yang enggak buat masa depan B-)

Allah Maha Mengetahui isi hati hamba-Nya. Wallahu a'lam, mungkin karena ada sebersit perasaan saya yang menyepelekan bahwa ngeprint tidah butuh waktu yang lama, maka Allah mengirim "petir" ke saya. Rental komputernya ramai mahasiswa ngeprint -________________-. Selain itu, jeng jeng jeng jeeeenggg..... MATI LISTRIK!!! >.<

Gerimis pun menderas. Saya nggak mau menceritakan bagaimana detail kejadian siang itu. Tapi pada akhirnya, saya nggak jadi menghadap Pak Efendi untuk berkonsultasi, dan saya menyesali kebodohan saya sendiri T.T
Ada kalanya kamu merasa lebih susah untuk memaafkan dirimu sendiri.

Hampir jam setengah tiga. Masih hujan, bahkan sangat deras. Saya sama sekali tak ingin berlari atau menutupi kepala. Biar saja. Saya berjalan kembali ke kampus dengan langkah gontai. Setiap beberapa meter saya harus jingkrak-jingkrak melompati genangan air. Seperti menari di bawah hujan, aishhh. Hei, saya merasa seolah ada backsound Sherina - Pelangiku di kejauhan. Tiba-tiba hati saya ceria. Saya begitu menikmati (berkah) hujan ini! :)

Kenapa Ada Yang

Thursday, October 30, 2014

Kenapa ada yang enggan melakukan kebaikan?

Kenapa ada yang bermalas-malasan menanti datangnya rezeki?

Kenapa ada yang tega menyakiti hati saudaranya dengan sengaja?

Kenapa ada yang bangga bisa menyalahgunakan jabatannya?

Kenapa ada yang menomorsekiankan ibadah wajib dalam prioritas hidupnya?

Kenapa ada yang tak suka bila dinasihati?

Kenapa ada yang suka memakan bangkai saudaranya?

Kenapa ada yang berusaha agar tampilan luarnya terlihat shalih?

Kenapa ada yang tak peduli pada urusan sesama muslim?

Kenapa ada yang senang mengutuki kegelapan ketimbang segera jadi penerang?


Kamu harus banyak istighfar, Sekar.

Friday, October 3, 2014

Alhamdulillah di penghujung September kemarin saya berkesempatan mengikuti Mukernas FL2MI (Forum Lembaga Legislatif Mahasiswa Indonesia) bersama tiga orang delegasi DPM UB lain. Berpartisipasi di acara nasional adalah salah satu keinginan saya, entah keinginan ke berapa, entah keinginan sejak kapan. Apalagi FL2MI ini berisi mas-mas dan mbak-mbak pejabat legislatif di kampus se-Indonesia. Kurang keren apa coba kalo bisa jadi bagiannya? :))
Oh iya, satu lagi. Kenapa terasa begitu spesial? Karena acara ini diselenggarakan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Spesifiknya di Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM). Alhamdulillah kesampean bisa menjejak di Borneo lagi :))

Rangkaian acara mukernas ini berlangsung tanggal 25--28 September 2014. Saya dan tiga DPM UB (Tita, Luri, Rizky) bertolak dari Malang pada tanggal 24 September siang hari menuju Bandara Juanda, dan kami tiba di wisma di UNLAM hampir pukul 12 malam (efek delay pesawat dan nunggu lama dijemput di Bandara Syamsuddin Noor. Padahal penerbangan cuma 1 jam -_____-).

Ringkasnya, rangkaian agenda selama empat hari ini yaitu :
25 September : Seminar Nasional dan Diskusi Legislatif
26 September : Aksi deklarasi "Parliamentary Watch", pembukaan Mukernas, dan Mukernas
27 September : Lanjutan Mukernas (full day, sampai pergantian hari ke tanggal 28)
28 September : Ulang tahun saya :p | Field trip dan kembali ke daerah asal masing-masing

Kata band Bread dalam lagu If, "A picture paints a thousand words", maka biar gambar-gambar ini saja yang bercerita ke kalian :D

Seminar Nasional

Di tengah Sungai Barito. Saya nggak sengaja kepisah sama mereka, jadi beda biduk XD XD XD  


Ini penyambutan pake tari khas Banjarmasin. Lupa apa namanya :D

Luri - Sekar - Tita - Rizky

 Aksi di depan DPRD Provinsi Kalimantan Selatan (1)

Aksi di depan DPRD Provinsi Kalimantan Selatan (2)

M. Ihsan Hidayat, Sekjen FL2MI 2014, sedang diwawancara oleh media

Barengan sama DPM UI, UNUD, IPB, dan UNJ. Habis wisata kuliner kecil-kecilan :P

Beberapa saat sebelum meninggalkan tanah Jawa untuk sementara :D

Kami berempat (lagi) :D

Briefing aksi, di depan Masjid Agung Sabilal Muhtadin, Banjarmasin


Belanja oleh-oleh di Martapura :))


Bersyukur banget bisa ketemu orang-orang kece di sana :)

Ah, maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan? :")

Percayalah, rencana Allah selalu yang terbaik dan terindah :)

A E, PhD

Thursday, September 11, 2014

Sepertinya, ini pertama kalinya aku begitu tak sabar ingin Senin segera tiba :)

*baru mau ketemu calon dosen pembimbing skripsi*

Ayah

Friday, July 18, 2014

Ayah itu sosok kepala rumah tangga idaman. Dari berbagai sisi, bagiku Ayah bisa dijadikan teladan :)

Ayah itu seorang yang bijak, tau bagaimana menyikapi keadaan. Bukan orang yang terlalu reaktif. Bukan juga orang yang memaksa orang lain memenuhi tuntutannya.

Ayah itu laki-laki yang shalih, menegakkan ajaran Islam di rumah ini. Ayah mau kelak kita kumpul lagi di surga-Nya. Ayah memang tegas untuk urusan ibadah. Meskipun dulu anak-anaknya belum baligh, tapi kami sudah dibiasakan untuk rajin beribadah (shalat 5 waktu, ngaji, pergi ke masjid atau majelis ilmu, sedekah, dll). Bersyukur banget di dunia ini "diamanahkan" ke Ayah :)

Ayah itu orang yang baiiiiik banget. Ke saudara, ke tetangga, ke rekan kerja, ke temen anak-anaknya, juga ke siapapun yang bahkan belum dikenal. Nggak pernah sungkan ngasih pertolongan, juga nggak pernah hitung-hitungan. I guarantee it. Makanya aku benci banget sama orang yang "memanfaatkan" kebaikan Ayah.

Ayah itu sosok pria yang sabarnya luar biasa. Jarang banget meninggikan suara atau bertindak di luar kebiasaan kalo ada sesuatu yang memancing emosinya. Tapi sekalinya Ayah diam kita tahu Ayah marah. Ayah juga hampir selalu mengalah, apalagi demi kami. :")

Ayah itu Ayah yang rajin. Seneng banget dan selalu meluangkan waktu untuk antar & jemput anak-anaknya ke sekolah atau ke manapun. Nggak pernah bilang, "Naik angkot aja ya". Tapi kadang kitanya yang lebih milih naik angkot, hehe. Biar Ayah istirahat aja :)

Ayah itu Ayah yang trampil & kreatif. Bisa benerin hampir segala macam kerusakan di rumah. Jago masak pula :D Trus pinter & rapi membungkus kado. Dulu pas anak-anak masih TK & SD setiap ada temen kami yang ulang tahun pasti Ayah yang bungkusin kadonya. Kami bangga :)

Ayah itu Sarjana Hukum yang jago Matematika, aku jadi "pewaris" bakatnya. Cuma kalo aku kan kuliahnya sejalan dengan Matematika :p. Ayah selalu perhatian dengan urusan pendidikan anak-anaknya. Nanyain ada PR atau enggak, besok ada ujian atau enggak, trus tiap malem selalu jadi "guru" buat kami. Nggak pernah berhalangan untuk ambil raport kami. He provides the best for us :)

Ayah itu sosok pria yang hebat. Nggak cuma sibuk kerja di kantor, tapi juga tetep bermasyarakat. Ayah paham banget tentang manusia yang paling baik adalah yang paling bermanfaat :) Ayah selalu ambil peran di kegiatan-kegiatan RT, RW, masjid komplek, bahkan sekarang jadi pengurus pusat ODOJ (One Day One Juz). Meskipun baru sampai rumah jelang Maghrib, Ayah pasti langsung bergegas shalat berjama'ah di masjid. Kejar keutamaan pahala sekaligus silaturahim sama warga :)

Ayah itu ganteng dan good looking. Hati Mama aja bisa sampe luluh meski dulu harus menempuh modus "pinjem catatan kuliah. Hahaha. You two are funny. Seneng banget denger kisah PDKT kalian :p

Ayah itu selalu Stand on Family Side. Nggak pernah menomorduakan urusan keluarga, apalagi kalo cuma sebatas karena "kerja". Kepala keluarga bukan sekadar memenuhi nafkah, tapi juga menciptakan kebahagiaan dengan kebersamaan :)

Ayah itu manusia biasa, tetep pernah salah dan lupa. Sejauh ini aku mengenal Ayah sebagai sosok yang bertanggung jawab, nggak pernah malu minta maaf kalau memang bersalah, nggak pernah juga berusaha melimpahkan kesalahan. Betapa gentle-nya,

Ayah juga manusia biasa yang punya banyak kekurangan, tapi Ayah tetap berusaha melakukan yang terbaik yang Ayah bisa. Yang sempurna memang tak mungkin Ayah persembahkan, tapi yang terbaik bisa Ayah usahakan. :')

Pokoknya aku belajar banyak banget dari Ayah.

Mungkin kata-kata bisa mewakili cinta. Ya, sejatinya kata-kata adalah jelmaan dari cinta.
I love you more than you know :)

That's him!


***************

Duh, mata berkaca-kaca ngetik ini di kantor T.T
Semoga kapan-kapan Ayah sempet baca tulisan ini yaaa ;)


Di Ruangan Mantan Kantor Ayah, Di Hari Ulang Tahun Ayah     16:27

Kembali

Thursday, July 17, 2014

Kalau kau tak siap merasakan pahitnya kekalahan, berarti kau tak pantas merasakan manisnya kemenangan.
(ASK, 2014)


Beberapa hari yang lalu IP (bukan Ikan Pindang :9) sudah muncul di salah satu website favorit mahasiswa UB, di siam.ub.ac.id . Heuheu. Inilah hasil jungkir balik saya di semester 6 ini :


Ada nilai yang menyejukkan mata (A), ada nilai yang bikin greget (B+), ada nilai pertengahan (B), dan ada juga nilai yang merusak pemandangan (C+). Alhamdulillah kembali cumlaude, setelah tiga semester berturut-turut enggak merasakan manisnya cumlaude T___T


Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan?








Hei yang di sana!

Thursday, May 29, 2014

Hei yang di sana, yang namanya berani aku sebut hanya dalam do'a. Sejak mengenalmu, aku merasakan semangat hidup yang berbeda.

Hei yang di sana, yang wajahnya menyejukkan mata. Senyummu seolah mengatakan bahwa rindu pasti menemukan jalan bertemunya.

Hei yang di sana, yang kata-katanya indah dan tertata. Sebaris dua baris kalimatmu membuat semangat bergelora, menyiapkan masa depan yang katamu milik kita.

Hei yang di sana, yang kegiatan-kegiatannya saja membuatku jatuh cinta. Pencapaianmu luar biasa, dan aku sama sekali tak pernah menyangka.

Hei yang di sana, aku tak berani menyapa.

Bawaan Aktivis (?)

Saya adalah mahasiswa angkatan '68; berangkat jam 6 pagi, pulang jam 8 malam (bahkan melebihi :p). Yap, dalam 14 jam itu saya bisa melakukan banyak sekali kegiatan di berbagai tempat. Selama di kampus saja saya nomaden, mulai dari Gedung FMIPA, gedung fakultas lain, gazebo kampus, Sekretariat DPM, Masjid Student Centre, kantin/kopma, perpustakaan pusat, ATM, bank, kantor pos, bahkan di pos satpam (tidaaak, saya tidak beralih profesi kok). Jarang sekali setelah urusan di kampus selesai saya langsung pulang. Sangat jarang. Seringnya masih ada hal-hal yang harus saya llakukan di luar; di kosan teman, di kampus lain, di tempat makan, bahkan di tempat yang tak bisa disebutkan #eaaa . Pokoknya waktu berlalu begitu cepat. Tiba-tiba udah malem aja. Tiba-tiba udah buka pintu kosan lagi aja, padahal rasanya baru beberapa menit yang lalu menguncinya *___*

Berhubung 14 jam bukan waktu yang sebentar, maka saya selalu memastikan bahwa kebutuhan saya -untuk selama waktu tersebut- ada dalam tas ransel hitam yang saya bawa. Berhubung (juga) saya orang yang baik dan senang menginspirasi *evillaugh*, maka saya bersedia membuka tabir apa saja yang menjadi "pemberat punggung" saya setiap hari :p. Tadaaaa...............

1. Laptop beserta Charger
Saya merasa mati gaya kalau ke kampus tanpa membawa laptop. Banyaaaak sekali yang bisa (dan harus) dilakukan dengan laptop di kampus, terlebih di kos saya nggak ada akses internet. Mengerjakan tugas, ngetik-ngetik, browsing-browsing, kirim email, HUMAS-Job, bahkan memantau kabar yang disana. Tak jarang laptop saya dibutuhkan oleh dosen ketika memberikan kuliah, ataupun oleh teman untuk sekadar mengcopy materi kuliah. Kalaupun pada akhirnya laptop ini nggak digunakan (tapi seringnya selalu digunakan), setidaknya saya sudah mengantisipasi "mati gaya" bila ada senggang waktu kuliah yang cukup lama, heuheu. Oh iya, saya pernah membawa laptop tapi lupa membawa charger (bikin nggak berkutik), dan pernah juga membawa chargernya saja tanpa membawa laptopnya. Bzzzzzz -_______________-

2. Binder & alat tulis lengkap
Bagi saya sangat memudahkan bila satu binder digunakan untuk catatan semua mata kuliah. Lebih efisien dan nggak ada istilah catatan hilang atau catatan tertinggal, hehe *emang dasar saya yang kurang begitu terorganisisr ya :p*. Di tas saya juga ada tempat pensil paket lengkap (berisi bolpen, pensil, isi pensil, penghapus, tip-ex, stabilo, kalkulator scientific, flash disk, spidol warna-warni, dan buku kecil catatan tugas, Saya juga menyiapkan kertas folio bergaris, kertas HVS, kertas A5, kertas buram, fotokopian tugas-tugas dan materi kuliah, dll dalam satu map plastik transparan. Pokoknya siap tempur tugas di kampus! :D

3. Mukena, Qur'an, dan Al-Ma'tsurat
Mukena? Untuk menghindari antrian mukena ketika waktu shalat di mushala kampus, sekalian bisa "menabung" pahala dari meminjamkan mukena ke teman-teman ^_^ juga untuk persiapan kalau saya sedang mobile ke suatu tempat yang tempat shalatnya nggak menyediakan mukena. Qur'an? Ini penting untuk menenangkan hati. Al-ma'tsurat? Penting untuk menghidupkan hati. Apa lagi? :)

4. Air putih
Saya orang yang banyak minum. Mama selalu membekali minum selama jaman saya sekolah. Pun ketika saya bepergian beliau selalu berpesan untuk membawa minum. Selain untuk memenuhi kebutuhan tubuh, juga untuk menghemat pengeluaran membeli minuman di luar, juga untuk kesempatan beramal ketika ada teman saya yang kehausan. Yak, mulai tanggal 19 Februari 2013 saya membuka lembaran baru dengan botol minum putih transparan merk Lock & Lock yang saya beli di Hyp**mart MATOS, setelah sebelumnya dengan yang lain :p

5. Charger HP
Saya ingat pesan salah satu senior saya ketika saya masih semester 1 dulu. "Aktivis itu harus selalu punya pulsa". Padahal saya waktu itu belum aktif di mana-mana kok, jadi nggak berefek sistemik banget kalo saya nggak punya pulsa :p. Sekarang redaksinya saya ubah jadi : "Aktivis itu harus  mudah dihubungi. Harus selalu punya pulsa. HPnya harus selalu nyala. Kalau nggak punya powerbank, bawalah charger HP ke manapun pergi". Hehe. Sebetulnya bukan cuma untuk aktivis aja sih. Kita semua baiknya juga seperti itu, stay connected wherever & whenever :). Siapa tahu ada kondisi darurat. Siapa tahu loh ya.

6. Notes kecil dan buku keuangan
Notes kecil itu penting untuk mencatat hal-hal apapun, macem hasil rapat, ide, informasi, kontak orang, atau sekadar coret-coret ketika iseng. Akhir-akhir ini saya pun rajin membawa buku tabungan (sebetulnya karena saya nggak tahu kapan saya bisa sempat ke bank, jadi menyiapkan saja -_-). Oh iya, jadi Bendahara DPM UB *ehem* juga menuntut saya menyimpan buku kwitansi dan nota di tas :D

7. Minyak kayu putih, pembalut, hand sanitizer, dan gunting kuku
 Benda-benda ini sengaja saya sediakan untuk kepentingan umum. Kalau nggak digunakan sendiri, setidaknya saya bisa memberi manfaat pada orang-orang yang kebetulan membutuhkan. Alhamdulillah selama ini juga biasanya saya jadi "pelarian", apalagi bagi teman wanita yang mendadak didatangi tamu bulanan :)
*ke depannya mungkin saya juga akan sedia tissue, haha


Yeah, selesai sudah bedah tas edisi kali ini. Semoga bermanfaat dan menginspirasi.

Semangat beraktivitas sampai pulas tuntaaaaas :D


X____X

Wednesday, May 28, 2014

Barusan di kantin  ketemu Arfan, mahasiswa Biologi 2012. Saya dan dia memang cukup akrab, terlebih tahun lalu ia menjadi Staf Pendamping di PROBINMABA FMIPA 2013 di mana saya menjadi Koordinatornya. Sembari menunggu pesanan makanan disiapkan, kami mengobrol. Dia bercerita bahwa kemarin dia baru saja melakukan praktikum "membantai" 14 ekor mencit (tikus putih kecil untuk percobaan) *EMPAT BELAS meeennn. EMPAT BELAS!!! -____-*. Lalu saya bertanya, "Itu gimana cara mematikannya?". Dia pun menjelaskan dengan rinci :

"Tenangkan dulu tikusnya, letakkan di atas meja. Iris lehernya dengan silet, sambil kita tekan. Lalu balikkan badan beserta ekornya ke arah atas/bawah (melewati atas silet). Kalau setelah itu tikusnya masih menggelepar (gerak-gerik sekarat), berarti otaknya berdarah (pemutusan syaraf tidak sempurna). Kalau sudah tak bergerak, berarti sudah mati dan otaknya tetap utuh."

Kemudian dia melanjutkan lagi,

"Setelah itu badan tikusnya dibelah. Otaknya dikeluarkan, lalu dimasukkan ke tabung yang berisi cairan !@#$%% untuk diteliti, nanti kita bisa tahu berapa volume otaknya. Trus kita masukkan juga cairan &^#$@$% untuk diawetkan, blablabla.....".

Ah tidaaaaak. Saya ngeri membayangkannya X_____X

Jum'at Mubarak

Friday, March 21, 2014



Dini hari tadi, aku beberapa kali terjaga. Tidurku tak nyenyak seperti biasa. Mimpi yang hadir pun berganti dan putus-nyambung, seolah tak rela aku menikmati indahnya dalam sekali tidur.

Tapi hei, aku tersenyum. Kau muncul dalam episode mimpiku. Terlontar satu atau dua cerita dari kita, seperti biasa. Aku jadi menyadari bahwa sudah lama kita tak bertegur sapa, terpisah oleh jarak dan kesibukan yang berbeda. Kau masih ingat kan kalau itu dulu moment kita?

Entah teori dari mana, aku punya keyakinan bahwa yang kita impikan adalah sesuatu yang benar-benar kita inginkan atau justru sesuatu yang benar-benar kita takutkan. Saking ingin atau takutnya, sampai-sampai lisan tak sanggup mengucapkannya. Alhasil, alam bawah sadar yang menyimpannya. Rapi.

(Mungkin) Aku begitu ingin kita kembali seperti biasa. Berinteraksi dengan biasa. Bercanda dan tertawa bahagia. Bertukar cerita di sana. 
Atau bisa jadi, mimpi ini isyarat kau di sana mengirim rindu. Ah, mungkinkah?

Apapun itu, semoga Jum'at mubarak ini milik kita :)


Malang. Sebelum fajar menjelang.

Mas-mas Cerdas

Monday, March 10, 2014

Suatu pagi, saya sedang memfotokopi berkas AD-ART LKM UB untuk keperluan sidang Kongres Mahasiswa. Saya sudah cukup kenal dengan laki-laki petugas fotokopi ini, sebut saja mas-mas. Usianya kira-kira 5 tahun di atas saya, pokoknya lebih tua. Orangnya memang komunikatif, sering mengajak pelanggannya mengobrol sambil melayani fotokopi. Pagi itu kami ngobrol singkat tentang pemilihan Rektor UB 2014-2018, permasalahan di UB, akreditasi UB yang anjlok dari A ke B, dan akhirnya tentang jumlah mahasiswa UB yang terlalu banyak (yang juga menjadi salah satu faktor turunnya akreditasi).


Sambil fotokopi membolak-balik AD-ART.....

Mas-mas : UB, satu universitas, ada berapa mahasiswanya?

Saya : Hmm, kalo digabung 4 angkatan aktif sih sekitar 50.000-an

Mas-mas : Nah. Dalam satu tahun ada berapa yang lulus?

Saya : Setahun biasanya bisa sampai 4x wisuda, tiap wisuda itu 1.000 mahasiswa. Yah berarti anggep aja 5.000 yang lulus tiap tahun.

Mas-mas : Oke. Trus apa semua lulusan itu udah langsung dapat pekerjaan? Enggak kan?

Saya : *diam*

Mas-mas : Gitu tuh sarjana, malah nyusahin negara. Jumlah pengangguran makin banyak aja. Belum lagi kalo dihitung lulusan universitas se-Indonesia.

Saya : *hening*

Mas-mas : Susahnya, pola pikir sarjana jaman sekarang tuh pengen dapet kerja, bukan pengen memberi lapangan pekerjaan. Coba deh misalnya dari 5.000 lulusan UB tadi bikin lapangan kerja, trus mempekerjakan teman atau saudaranya, minimal satu orang aja. Itu udah bisa mengurangi 5.000 pengangguran.

Saya : Iya, .... *belum selesai ngomong tapi terus dipotong*

Mas-mas : Sekarang kita lihat di Malang aja. Tebak, ada berapa kampus di Malang?

Saya : Nggg.... *sok berpikir mau nebak*

Mas-mas : Di Malang ada 67 kampus

Saya : *hening* *meskipun nggak yakin, tapi saya nggak mempertanyakan kevalidan atau sumber datanya* *tapi mungkin bisa saja kalau 67 itu jumlah gabungan di kota dan kabupaten, termasuk kampus kecil*

Mas-mas : Di setiap kampus ada berapa fakultas? Yah kita anggep aja ada 5 fakultas lah ya.

Saya : *mengangguk*

Mas-mas : Di setiap fakultas ada berapa jurusan? Nggak usah banyak-banyak kaya di UB, anggep aja cuma ada 2.

Saya : *baiklah*

Mas-mas : Di setiap jurusan ada berapa mahasiswanya? Anggep aja 100 mahasiswa per angkatan. Berarti ada 400 mahasiswa per jurusan, 800 mahasiswa per fakultas, 4000 mahasiswa per kampus.

Saya : Hitungannya betul. Oke. *mengangguk*

Mas-mas : Trus anggep aja dalam setahun yang lulus cuma 300 mahasiswa dari tiap kampus. Kalo dikalikan 67 kampus, jadi berapa?

Saya : *sigh* *males ngitung, pokoknya jumlahnya ribuan*

Mas-mas : Banyak kan? Padahal itu cuma di Malang lho. Gimana kalo se-Indonesia dan ternyata semua sarjana itu berpikirnya mencari kerja? Pemerintah nggak bisa nyediain lapangan kerja sebanyak itu.

Saya : Iya... iya.... *sambil membayar dan merapikan hasil fotokopian*

Obrolan pun selesai seiring proses fotokopi selesai. Saya bersyukur sekali pagi itu mendapat “tamparan” dari mas-mas cerdas.


Duhai kita para calon sarjana, akankah kelak kita hanya menjadi beban negara?



Malang, 6 Maret 2014     18:50


Masih Ada

Wednesday, March 5, 2014

"Segala kebaikan yang kau beri kelak kembali padamu, bahkan dalam bentuk yang tak pernah kau sangka"
(Annisa Sekar Kasih, 2014)


Saya percaya masih banyak orang baik di dunia ini. Meskipun saya belum tau berapa jumlah pastinya, tapi saya berani jamin mereka ada. Sayangnya, kontras cerah cahaya mereka kalah oleh semarak berita perampokan uang ATM, pembunuhan selingkuhan pasangan, pencitraan calon presiden, penipuan SK PNS, pemerkosaan siswa SD, korupsi elite negeri, dinasti politik, video porno siswa SMA, ijazah palsu calon walikota, dan lain-lain kasus apalah namanya. Sering saya mendengar pesimisme, "Jaman sekarang susah cari orang baik". Ah iya, mungkin saja. Itu karena sudah terlalu banyak yang menggunakan modus kebaikan untuk melakukan kejahatan. Alhasil, yang benar-benar baik justru dicurigai dan yang pura-pura baik justru diayomi.

Sudah banyak kisah orang baik yang membuat kita terinspirasi. Orang yang rutin menyapukan jalanan depan rumah sekaligus depan rumah tetangga, akhirnya sering sekali diberi oleh-oleh setiap sang tetangga habis bepergian. Loper koran yang rajin dan JUJUR akhirnya memenangkan kuis hadiah 1 milyar. Mendo'akan orang lain yang bersin ketika di angkutan umum, akhirnya berjodoh. Petugas sapu sekolah menemukan arloji super mahal yang hilang sudah seminggu milik salah seorang guru lalu mengembalikannya (sebetulnya bisa saja dia menjualnya, anggap anaknya sedang butuh biaya sekolah), ternyata diberi imbalan melebihi perkiraan dan harapan. Memberi kursi duduk kepada wanita lansia di antara padatnya penumpang bus kota ternyata berbuah beasiswa (wanita lansia tersebut merupakan ibu dari salah seorang interviewer beasiswa). Banyak sekali, sampai-sampai satu kisah pun bisa kita dengar berkali-kali.

Maka, yakinlah masih ada orang-orang baik di dunia. Namanya memang nggak bermunculan di media, tapi satu tindakan sederhananya bisa menjadi bahan cerita puluhan pembicara dan akhirnya tersebar kemana-mana. Tak jarang, hati manusia-manusia yang sebelumnya arogan pun luluh lantak dibuatnya.

Kalau kau belum menemukan mereka, jadilah "satu" dari mereka.


Salah satu video inspiring tentang menolong yang
membuat saya berdecak kagum :)



Hujan. Amanah.

Thursday, February 27, 2014

Sejatinya, amanah itu....
Bukan karena kamu mampu
Bukan pula karena mereka merasa kamu mampu
Bukan karena kamu tahu kapasitasmu
Bukan pula karena mereka tahu kapasitasmu
Dan jangan sampai pula karena kemauanmu

Amanah itu kehendak Allah
Rencana Allah SWT atas kehidupanmu

Melangkahlah dengan percaya, bahwa bersama-Nya semua akan baik-baik saja


Barusan dapet kiriman itu dari sahabat via grup WhatsApp. Momentnya tepat, bertepatan dengan lengsernya DPM UB 2013 di Kongres Mahasiswa (KM) UB 2013-2014 siang ini. Dimulailah perjalanan saya dan 12 rekan sebagai DPM UB 2014. Amanah yang berat (memang amanah itu nggak ada yang ringan pertanggungjawabannya). Amanah yang sebelum mengembannya bahkan harus mengorbankan sebegitu banyaknya; tenaga, waktu, harta, pikiran, kuliah, bahkan berkompromi dengan teman-teman dan keluarga. Saya bersyukur sekali Allah memudahkan itu semua, menghadirkan orang-orang yang membantu memenangkannya. Untuk saya, untuk kita, dan tentunya untuk kebaikan di Brawijaya.

Saya mencoba mengingat-ingat. Salah satu do'a yang selalu saya panjatkan sehabis shalat adalah, "Ya Allah, berilah selalu saya kesempatan untuk melakukan kebermanfaatan". Mungkin apa yang saya "dapatkan" ini adalah jawaban dari Allah. Ya, semoga. Terlepas dari kebermanfaatan itu sebenarnya bisa dilakukan tanpa harus memiliki suatu jabatan, tapi saya yakin inilah yang Allah tetapkan untuk saya. Saya percaya saja pada pilihan-Nya. Pastinya ada yang Allah maksudkan dari apa yang Dia berikan.

Semoga diberi pundak yang kuat dan hati yang ikhlas. Bismillah.


*sembari duduk di dekat jendela ruangan kongres Lt.6 Gd. Rektorat, menyaksikan hujan mengguyur kampus. Saksi bisu bahwa tongkat estafet amanah telah digilirkan.



Stabbling You

Friday, January 17, 2014



Sahabat adalah orang yang berani “menusuk” kita dari depan. Dia takkan segan menegur jika kita memang salah. Dia akan berbicara terus terang mengenai kelebihan dan kekurangan diri kita, tanpa takut kelak kita akan membencinya. Dia tak ingin kita terlena atau bahkan tertipu oleh pujian orang. Dia juga tak ingin bila sahabatnya terus-terusan merasa benar dan dibenarkan, padahal sudah jelas yang diperbuatnya adalah sebuah kesalahan. Dia berani mengambil resiko untuk bertindak yang “menyelamatkan” daripada terus-terusan diam padahal “membunuh sahabatnya secara perlahan”.

Satu hal yang membuat sahabat kita tersenyum adalah bisa melihat kita tumbuh menjadi pribadi yang matang dan senantiasa lebih baik dari sebelumnya. Hargailah dia yang berani berterus terang, karena dia berhasil mengalahkan rasa sungkan yang begitu besar demi kebaikan sahabat yang disayanginya.

Sepertinya gw harus “menusuk” kalian nih, hahahaha. Tapi tenaaaang, gw juga bersedia “ditusuk” kok :)




Refleksi Merantau



                Tak terasa, sudah lebih dari satu tahun saya menjalani kehidupan sebagai mahasiswa. Bukan mahasiswa yang kuliah di universitas dekat rumah ataupun di provinsi sebelah, melainkan mahasiswa yang merantau dari ujung barat pulau Jawa (Banten) ke provinsi di ujung timur pulau Jawa (Jawa Timur). Jarak tersebut mungkin bukanlah apa-apa, masih banyak yang merantau lebih jauh daripada saya. Pada awalnya saya tak pernah berpikiran untuk kuliah sejauh itu, toh di Jakarta dan Jawa Barat banyak universitas yang kualitas dan namanya sudah tersohor di seantero negeri. Orang tua saya pun awalnya keberatan, namun akhirnya mereka rela melepas anak gadisnya pergi mengejar cita.
                Bulan September 2011 merupakan momentum dimulainya kehidupan baru saya, tepatnya sebagai mahasiswa sekaligus anak rantau. Tentunya ada banyak perbedaan ketika dulu terbiasa berada di tengah hangatnya keluarga, namun kini harus terpisah beratus-ratus kilometer jauhnya. Mulai dari aspek kemandirian, kedisiplinan, sampai ke manajemen keuangan. Menjadi anak kosan menuntut kita untuk mandiri di segala hal, seperti mencuci piring dan pakaian, menyeterika, membersihkan kamar tidur dan kamar mandi, memasak, memasang paku di dinding, mengangkat galon air minum ke kamar di lantai atas, atau bahkan mengganti lampu di langit kamar. Terlebih ketika kita ingin menjadi mahasiswa yang tak berorientasi pada studi saja. Amanah utama kita dari orang tua memang untuk kuliah, tetapi tak ada salahnya jika ingin terlibat di kegiatan intra ataupun ekstra kampus. Berorganisasi bahkan sangat dianjurkan agar softskill kita berkembang. Di organisasi, secara perlahan, kita belajar bagaimana memanajemen diri dan waktu untuk menjaga agar aktivitas tetap seimbang. Kuncinya adalah kemauan dan kedisiplinan.
                Ada kenikmatan sekaligus amanah tersendiri yang saya rasakan selama menjadi anak rantau, yaitu kebebasan. Di sini yang saya maksud adalah kebebasan untuk memilih aktivitas (yang positif dan bermanfaat) dan mempertanggungjawabkan konsekuensinya. Disadari atau tidak, orang tua kita pasti menaruh harapan yang begitu besar bahwa kepergian anaknya ke tanah rantau memang bukan untuk sesuatu yang sia-sia. Mereka begitu percaya untuk melepas kita, karena yakin kita sudah dewasa dan mampu mengambil keputusan berdasarkan logika, bukan emosi semata. Dengan merantau pula pendewasaan diri kita akan terakselerasi secara nyata. Apa jadinya bila kepercayaan tersebut kita khianati begitu saja? Tegakah menghancurkan perasaan dan memupuskan harapan orang tua kita untuk bisa melihat anaknya menjadi sarjana?
                Satu kenyataan yang tak bisa dipungkiri, tak semua orang bisa mendapat kesempatan langka ini. Ya,  diizinkan merantau sebenarnya termasuk salah satu nikmat yang harus kita syukuri. Coba sejenak lihat teman-teman kita, banyak di antara mereka yang bukan main susahnya untuk mendapat izin mendaftar kuliah ke luar kota. Sedangkan kita, diberi kebebasan untuk merantau ke manapun yang kita suka, bahkan tak apa bila harus pergi ke benua tetangga. Hendaknya kesempatan ini kita manfaatkan sebaik mungkin agar diri kita bermanfaat bagi keluarga, lingkungan, bangsa, dan agama =)


Malang, 5 November 2012      20:07
-di tengah kecamuk perasaan ingin merantau lebih jauh lagi :p-