Satu Dua

Thursday, November 26, 2020

Pernikahan memang menyatukan, tapi bukan berarti meniadakan identitas pasangan.
- Aar Sumardiono -

Wiguna tidak hidup dalam bayang-bayang Sekar.
Sekar juga tidak hidup dalam bayang-bayang Wiguna.

Masing2 kami punya identitas, peran, pemikiran, pendapat, pencapaian, prestasi dan hak mengambil keputusan.

Tentu dalam batasan yang sudah Allah tetapkan 😄😄😄

Bukannya Aku

Wednesday, November 25, 2020

Bukannya aku menikmati pandemi.

Aku hanya menikmati bisa beraktivitas sepanjang hari bersama anak dan suami.

 

Bukannya aku menginginkan virus corona.

Aku hanya menginginkan berdaya dan berpenghasilan dari rumah saja dengan keterampilan yang ku punya.

 

Bukannya aku suka PSBB di mana-mana.

Aku hanya suka ketika rumah terus ramai dan hangat oleh kami sekeluarga.

 

Bukannya aku berharap banyak bisnis & pekerjaan akan punah.

Aku hanya berharap suamiku dapat mencari nafkah tanpa harus keluar rumah.

 

Bukannya aku bersyukur dengan vaksin yang tak kunjung diedarkan.

Aku hanya bersyukur bisa sejenak menjalani kehidupan yang sebenarnya kuinginkan.

 

Semoga bisa terus begini tanpa terus menerus pandemi.

 

 

Tangerang, 25 November 2020     23:36

@sekarkasih

Aib - Pelajaran Hidup | Satu Yang Pasti #2

Saturday, November 21, 2020

Masih lanjutan seri dari Satu Yang Pasti.

 

Lagi-lagi, belakangan ini saya banyak diingatkan oleh Allah terkait hal-hal yang saya lewati di masa lalu. Kejadian yang membekas. Pikiran yang pernah terlintas. Kata yang pernah terucap atau tertulis. Perbuatan yang pernah terwujud laku. Dan hal-hal yang mana saya menjadi objeknya. Saya menyebutnya : pelajaran hidup.

 

Ingatan itu datang silih berganti. Kadang saya teringat pelajaran hidup sewaktu masih balita (pra sekolah), TK, SD, SMP, SMK, S1, S2, bekerja, rapat, kegiatan organisasi, kegiatan di rumah, di tempat wisata, mall, tempat kursus, dll. Di momen lain saya teringat pelajaran-pelajaran kehidupan yang saya lalui Ketika masih single, sudah menjadi istri dan ketika menjadi ibu. Sangat banyak. I remember almost every single thing in my life. Alhamdulillah.

 

Ngga kebayang sih kalo hal-hal memalukan atau mendzalimi (yang kita perbuat) masih diingat oleh orang lain, atau oleh mereka yang saat itu “beririsan” dengan kita. Apalagi kalau mereka ngingetin saya tentang hal2 itu. Saya yang inget sendiri aja maluuu. Asli, malu bangeeeet, huhu. Betapa minimnya ilmu saya waktu itu. Betapa kurang banyak referensi pergaulan saya di masa lalu. Betapa belum matangnya pemikiran dan kedewasaan. Betapa sombongnya diri ini yang merasa sebagai sentris (pusat) sehingga seringkali tanpa sadar menuntut orang lain harus begini begitu terhadap saya. Astaghfirullah T___T

 

Semoga Allah melapangkan hati anak, suami, orang tua, saudara kandung, mertua, ipar, saudara jauh, teman2, guru2, rekan kerja, klien, dosen, penjual makanan, dan siapapun itu, untuk memaafkan kesalahan saya yang mengena di hati mereka. Hikssssss.

 

Dari kejadian ini saya jadi belajar betapa tidak nyamannya ketika aib kita dibuka, bahkan jika dibuka hanya ke diri kita sendiri. Misalnya ketika Allah mengingatkan kita akan suatu momen, atau ketika teman meledek keadaan atau kesalahan kita di masa lalu secara personal. Ya Allah. T___T

Saya mencoba mengingat lagi, barangkali saya pernah secara sadar atau tanpa sadar membuka aib seseorang. Astaghfirullah.

Ya Allah, saksikan niat ini. Ke depannya ketika saya mendapati ada suatu hal yang ngga menyenangkan bagi seseorang (aib atau kisahnya di masa lalu), saya berusaha untuk tidak membukanya. Selama bukan utang piutang dan urusannya hanya dengan saya (tidak ada pihak lain yang terlibat), cukup saya simpan dalam pikiran dan maafkan dalam hati, tanpa perlu mengungkit momen itu ke yang bersangkutan. Semoga hati saya juga jadi lebih tenang.

Saya juga berharap sebaliknya. Ketika ada orang lain yang mengetahui aib saya, semoga Allah melembutkan hatinya untuk membantu menutupi aib tersebut. Semoga Allah menutupi aib-aib saya. Hikssss. Aamiin.

Yuk kita saling menutupi aib. Seperti hadits berikut : "Barang siapa menutupi aib seorang Muslim, Allah akan menutupi aib orang tersebut di dunia dan akhirat" (HR Ibnu Majah).

 

Oh ya di postingan ini saya sama sekali ngga menceritakan atau memberi contoh kejadian2 di masa lalu yang membuat saya malu pernah melakukan/mengucapkan/memikirkannya.

Kalau Allah sudah menutupi aib-aib saya, lantas kenapa saya sendiri yang malah mengumbarnya? Ya nggak sih?

 

 

Tangerang, 21 November 2020     02:04 dini hari

@sekarkasih

Lagi banyak muhasabah diri dan mengingat kematian.

Grow grow grow

Friday, November 13, 2020



Rasanya pengen banget Hanif cepat besar dan mandiri. Bisa makan sendiri dengan lahap.

Bisa mandi dan bersuci sendiri tanpa drama.

Bisa cepat tidur tanpa harus main-main dulu di kasur sampai 1 jam.

Bisa bangun sebelum subuh trus shalat tahajud.

Bisa berangkat ke masjid sendiri.

Bisa shalat & baca qur’an sendiri.

Bisa pilah pilih dan baca buku sendiri.

Bisa dilepas main & berkreasi sendiri sambil mengembangkan imajinasi.

Bisa berpikir kritis & bijaksana saat mengambil keputusan sendiri.

Bisa menghasilkan uang sendiri (?).

 

Yaaa sabar aja deh ya. Emang mo kemana atau ngapain sih Sekaaar, sampe pengen anak buru2 mandiri? Toh nanti juga ada masanya anak perlahan “lepas” dari orang tua, menjalani kehidupannya sendiri dengan bekal doa dan ridho orang tua.

 

Tapi kudu inget juga nih. Udah seoptimal apa usahamu dan suami untuk menyiapkan Hanif menjadi manusia yang dewasa?

Menjadi manusia yang matang usia, tubuh & akalnya.

Menjadi manusia yang menyadari hakikat penciptaannya dari Sang Pencipta.

Menjadi manusia yang tahu arah hidupnya.

Menjadi manusia yang bermanfaat untuk sesama.

Menjadi manusia yang yakin bahwa semua perbuatan baik & buruk akan ada ganjarannya.

Menjadi manusia yang paham bahwa kita terikat dengan aturan dari Allah selama di dunia.

Menjadi manusia yang membawa amal terbaik ketika kembali menghadap-Nya.

 

Semangat tuk menunaikan amanah sebaik mungkin sebagai orang tua ya, Sekar & Wiguna!



Jumat, 13 November 2020     14:29

@sekarkasih

#KeluargaWigunaSekar

Satu Yang Pasti

Monday, November 9, 2020

Nggak terasa sudah 9 November 2020. Lagi-lagi ku melewati bulan demi bulan tanpa meninggalkan jejak pembelajaran.

 

Akhir-akhir ini banyak diingatkan oleh Allah tentang kematian, baik kabar terkait orang yang kukenal langsung maupun sama sekali tak kukenal.

Setiap mendapat berita kematian, tiba-tiba jantungku berdegup.

“Mereka sudah waktunya. Kalau tiba waktumu, kamu sudah siap kah?”,

tanyaku pada diri sendiri.

 

Aku merasa tidak bisa memberi apa-apa kepada orang yang meninggal atau keluarga yang ditinggalkan. Aku seringkali tak berani mengucap sepatah dua patah kata penghibur. Aku memilih diam, takut salah berucap. Aku juga sering tidak bisa membantu dalam pengurusan jenazah atau pengajian. Seringkali aku hanya mencurahkan kesedihanku kepada suami atau beberapa teman dekat Ketika menerima kabar kematian. Satu-satunya cara yang bisa kulakukan hanyalah mendoakan jenazah dan keluarga yang ditinggalkan. Berdo’a dengan sebaik-baik do’a.

Aku lupa kapan mulai membiasakannya. Tapi yang kuingat, sejak beberapa tahun ini aku membiasakan untuk mendo’akan jenazah yang kabar kepulangannya sampai di telingaku. Termasuk untuk orang-orang yang aku tak pernah beririsan takdir dengannya, seperti artis sinetron, tokoh besar, temannya temanku, saudaranya saudaraku, anaknya dosenku, penjaga kantin sekolah sepupuku, menantu ibu kostnya tetanggaku, yaa siapapun lah itu. Yang penting bukan seorang musyrik.

 Ah iya. Kita terikat oleh aturan tidak boleh memintakan ampunan atas orang musyrik (syirik, menyekutukan Allah, meyakini adanya Tuhan dan kekuatan selain Allah).

Seperti Rasulullah SAW yang ingin sekali mendoakan pamannya tercinta, Abu Thalib, namun tak bisa.

”Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (QS. At-Taubah: 113).

Setiap mendapat berita kematian, benar-benar ku luangkan waktu beberapa detik atau menit untuk mendoakan dan mencari2 kebaikan yang pernah dilakukan jenazah semasa hidup atau keluarganya. Ku khusyu’kan hatiku layaknya sedang berdo’a meminta kebaikan untuk diri sendiri ataupun keluarga. Kudoakan jenazah agar Allah mengampuni & menyayanginya. Kudoakan keluarga yang ditinggalkan agar ridho pada ketetapan Allah dan sabar melanjutkan kehidupan tanpa orang yang mereka sayang.

 

Apalah kita ini yang amal & do’anya belum tentu diterima Allah.

Semasa hidup, jangan segan untuk minta dido’akan oleh orang lain.

Barangkali do’a orang-orang sholih itu yang berhasil mengetuk pintu langit.

Apalagi setelah nyawa terpisah dari raga.

Tak mampu lagi kita melakukan apa-apa.

Yang paling kita butuhkan adalah do’a.

 

Kalau kalian teringat diriku atau lagi baca blog atau scrolling akun medsosku setelah ku meninggal, mohon doakan “Allahummaghfirlaha warhamha wa’afihi wa’fu’anha” yaaa :”)))

“Ya Allah, ampuni Annisa Sekar Kasih, sayangi Annisa Sekar Kasih, maafkan Annisa Sekar Kasih, hindari Annisa Sekar Kasih dari azab kubur & api neraka, masukkan Annisa Sekar Kasih ke surga-Mu ya Allah” juga :”)))

Sekalian doakan “Ya Allah, beri ketabahan kepada keluarga & saudara2 yang Annisa Sekar Kasih tinggalkan” yaaa :”)


Terima Kasih.

Semoga Allah mengumpulkan kita semua di surga nanti. Aamiin.

 

 

Tangerang, 9 November 2020     14:44

sekarkasih

 

#sekarkasih #dzikrulmaut #kematian