Jalan Tol

Monday, September 21, 2020

Pagi ini, seperti biasa aku berangkat naik kereta listrik (KRL) ke kampus untuk menghadiri kuliah. KRL yang kunaiki baru sampai Stasiun Manggarai. Masih ada kurang lebih 30 menit untuk sampai di Stasiun UI.

Alhamdulillah dapat tempat duduk. Aku menyandarkan tubuh ke sandaran kursi kereta sambil memeluk tas ransel di pangkuan. Kupejamkan mata untuk istirahat sejenak. Tak terasa, pikiran membawaku kembali ke hal-hal di masa lalu.

Tahun 2011 ketika akan mulai kuliah S1, aku dengan mudahnya diterima di salah satu jurusan favorit di PTN. Aku tak perlu susah payah belajar seperti teman-temanku & murid kelas 3 SMA lainnya. Beberapa bulan sebelum proses pendaftaran kuliah, Ayahku intensif berkomunikasi dan berkunjung ke kediaman Rektor dan Dekan Fakultas yang kutuju. Kebetulan mereka teman satu pergerakan ketika kuliah dulu.

Tahun 2015 ketika mengurus pendaftaran wisuda S1, aku mendapat tawaran mengisi lowongan sebagai Analis Saham di salah satu sekuritas. Pihak HRD yang menghubungiku memberi info bahwa beliau mendapat rekomendasi dari Manager Riset, yang merupakan salah satu seniorku di kampus. Tanpa pernah merasakan jadi pengangguran, harus berjuang apply sana-sini demi sebuah pekerjaan, kudapati diriku yang masih fresh graduate bergabung di perusahaan besar dan langsung memiliki gaji double digit.

Tahun 2018, perjalananku mendapat beasiswa S2 juga sangat mulus. Di setiap tahap seleksi, aku pasti dihubungi oleh salah seorang tetangga rumah yang menanyakan jadwal seleksiku (tanggal tes tahap pertama, tahap interview, lokasi, dll). Aku tak terlalu paham maksud beliau selalu bertanya demikian. Pengalamanku selama mengikuti seleksi, aku selalu mendapat giliran awal atau pertama masuk ruangan. Seingatku, interviewer beasiswa juga tidak memberi pertanyaan yang sulit. Akupun bisa lolos mendapat beasiswa meski merasa bahwa diri ini biasa saja. Oh iya, tetanggaku ini sudah sekitar 15 tahun bekerja di institusi pemberi beasiswa yang saat itu kulamar. Kalau tidak salah ingat cerita dari Mamaku, beliau menduduki jabatan penting.

Hanya tiga kejadian itu yang kuingat.
Alhamdulillah, ada jalan tol kehidupan yang bisa kulewati. Beberapa perjuangan yang tak perlu kulalui dengan perih. Aku bersyukur bahwa hidupku terasa sangat mudah. Dengan berbagai kemudahan di masa lalu, aku optimis bisa mencapai banyak ambisiku di masa depan, juga dengan kemudahan.

Lalu....

"Pemberhentian selanjutnya : Stasiun UI", terdengar pengumuman dari speaker di dalam kereta.

Perlahan, aku membuka mata. Rehat mata 30 menit sungguh tak terasa. Begitu cepatnya aku tertidur pulas dan masuk ke alam mimpi meskipun dalam waktu yang singkat. Sepertinya efek habis begadang menyelesaikan tugas tadi malam.

Kulirik jam di tangan. Sekitar 15 menit lagi kuliahku akan dimulai tepat pukul sembilan. Aku tersenyum, teringat jalan tol kehidupan yang kulewati beberapa menit lalu. Nyatanya, aku tak memiliki semua itu. Butuh perjuangan yang hebat untukku sampai akhirnya bisa kuliah S1 di PTN, mendapat pekerjaan setelah lulus, memperoleh beasiswa S2 dan kini memulai penelitian tesis.

Keretaku sampai di Stasiun UI. Aku melangkah keluar kereta dan mendekati pintu tap-out. Udara Depok setelah hujan begitu sejuk membelai pipi. Rasanya hatiku juga ikut sejuk; ikhlas menerima takdir yang Allah tentukan buatku. Aku tak mau membandingkannya dengan takdir orang lain.

Aku mengingat lagi peranku saat ini sebagai seorang anak, istri, ibu dan mahasiswi. Memang tidak mudah menjalani itu semua. Tapi, dengan selalu memohon bimbingan dan kekuatan dari-Nya, rasanya aku selalu punya keyakinan. Ya, keyakinan bahwa Allah nggak akan membebani seseorang di luar kesanggupannya. Juga keyakinan bahwa Allah akan mengizinkanku sampai di tujuan hidup meski tanpa melalui jalan tol seperti yang ada dalam mimpiku barusan.


@sekarkasih
21 Sept 2020     20:36
Tulisan lama, awal tahun 2020. Disempurnakan lagi di bulan ke sembilan dan selesai malam ini.

0 comments:

Post a Comment