Duniawi

Friday, April 2, 2021

Sejauh ini, saya merasa sudah menjadi orang yang relijius. Merasa sudah berusaha mengikuti tuntunan Islam dalam hampir semua aspek kehidupan. Merasa sudah meluruskan mindset supaya sesuai isi Al-Qur'an dan hadits. Merasa sudah berusaha melihat sesuatu sesuai perspektif Islam dan ridho Allah.

Tapi perasaan hanyalah perasaan. Kita, manusia, memang sulit menilai diri sendiri secara objektif. Kita butuh orang lain untuk memberitahu apa yang ada di blind spot, yakni hal2 yang ngga bisa terlihat atau ternilai oleh diri kita. Orang lain bisa mengevaluasi diri kita dengan lebih objektif dan barangkali komprehensif, asal kita siap menerima hal2 pahit.

Tentu @wigunaprasetyo tau banyak dan dalam tentang pemikiran saya, termasuk pertimbangan2 saya ketika merencanakan sesuatu. Saya (sudah) merasa meluruskan niat, merencanakan dan mengikhtiarkan yg terbaik, mengikuti tuntunan agama, serta siap memasrahkan semua sesuai kehendak-Nya. Tapi dalam beberapa rencana ternyata beliau mengomentari, "Bunda kok duniawi banget sih pertimbangannya!".

Saya yang merasa relijius langsung defensif. Whattt?!?!?! Kok gw dibilang duniawi? 🤣🤣🤣

Misalnya ketika membahas rencana memiliki anak lagi. Saya bilang bahwa saya "lebih siap" ketika SAYA sudah memiliki penghasilan xx juta per bulan.

Tentu saya ngga asal2an membuat pertimbangan itu, wong memang saya ada amanah menanggung kebutuhan finansial orang tua. Saya merasakan betul perjuangan emak2 ketika sudah punya anak namun tetap ingin produktif & berpenghasilan. Ingin bergerak dan berinovasi bebas, tp di sisi lain waktu-tenaga-pikiran sudah hampir full digunakan mengurus anak. Demi kesehatan fisik dan mental, tak bisa dan tak mau melakukan hal lain di luar mengurus anak. Pada akhirnya banyak hal2 yang "terpaksa" dikesampingkan, termasuk mengembangkan diri dan menjemput rezeki.

Pertimbangan "duniawi" tersebut sebetulnya saya maksudkan utk bisa terus berbakti pada orang tua, yg akhirnya semoga bisa jd pemberat kebaikan saya di akhirat.

Yaaa kalaupun itu termasuk pertimbangan yang "terlalu duniawi", semoga pertimbangan keduniawian itu bisa menjauhkan saya dari sikap mengabaikan ikhtiar.

Allah ngga akan mengubah suatu kondisi ketika kita ngga berusaha mengubahnya, kan?

Hangat

Dua tahun ini diriku rutin merebus air setiap pagi dan sore untuk Hanif mandi air hangat. Tampak repot, dan beneran memang repot, sampai tak pernah berpikir melakukan itu untuk diri sendiri. Bagiku, yang penting bisa mandi dengan tenang aja sudah cukup.

Hari ini hari ke-4 sedang tidak enak badan. Batuk, pilek, flu, ditambah semalam agak pusing & demam. Ku berpikir perlu menyayangi diri sendiri, bahasa lainnya "self love", dengan mandi air hangat. Kali ini ku rebus sepanci air untukku, bukan untuk Hanif. Mandi air hangat ternyata men(y)enangkan sekali.

Begitulah seorang Ibu. Yang ada dalam prioritasnya adalah urusan anak dan suami, sampai tanpa sadar sering mengabaikan urusannya sendiri.

Hal-hal yang merepotkan dalam mengurus anak, suami dan rumah tangga akan tetap diperjuangkan. Tapi hal-hal yang merepotkan untuk keperluan diri sendiri barangkali justru akan ia tunda dan sebisa mungkin ia hindari.

Tapi, heeei, Ibu, kamu berhak mencintai dan merawat dirimu sendiri lho. Ibu yang bahagia akan menyalakan kebahagiaan dalam rumah tangga ❤️

Bojonggede, 2 April 2021
19:40

#selflove 

Ujian Mendadak

👨 : Tadi abis shalat subuh di mushala ada tausyiah dari Ustadz tentang Hanzalah. Bunda tau Hanzalah ga?

🧕 : Tau lah

👨 : Emang Hanzalah siapa?

🧕 : Sahabat Rasul~

👨 : Kisahnya yang mana?

🧕 : Dipanggil berjihad ketika malam pengantin. Dia berangkat perang dalam keadaan junub, trus mati syahid dan dimandikan malaikat. (dalam hatiku : yessss gw bisa jawab 😎😎😎)

👨 : Tumben. Biasanya Bunda kurang pinter tentang sirah. 🤣🤣🤣

#KeluargaWigunaSekar #obrolanwigunasekar #sirahsahabat


Ahad, 28 Maret 2021
Ba'da subuh