Gamma

Tuesday, February 19, 2013


Di dunia ini, begitu banyak manusia yang nggak suka kalo dikasih tenggat waktu (baca : deadline). Satu dari demikian banyak manusia itu salah satunya adalah teman saya, sebut saja Gamma (teringat pelajaran Statistika Matematika II tadi pagi, bahas distribusi Gamma. Tapi sebenarnya penyamaran nama dia menjadi Gamma ini terlalu bagus, fiuhhh). Memangnya si Gamma ini kenapa? Dia bukan nggak suka deadline sih. Yah, saya cuma pengen kasih tahu kalo Gamma itu nggak suka denger kata “deadline”. Bila berbicara dengannya dan bermaksud menyampaikan, “Gamma,  tolong kerjain blablabla ya, pokoknya sebelum hari Kamis sudah harus selesai”,  please don’t ever say “Gamma, deadlinenya hari Kamis lho”, karena dia tak akan menyukainya. Dia pasti akan sangat merasa tertekan. Kasihan. Tapi saya jadi mengerti satu hal, bahwa kata-kata bisa memberi sugesti yang berbeda. Dari si Gamma juga saya jadi belajar bahwa kita harus memperlakukan orang seperti yang disukainya. Btw, ini kenapa jadi ngomongin Gamma? Sejauh manakah hubungan antara deadline dan Gamma? @_@

Kembali ngomongin deadline. Deadline itu rasanya sesuatu sekali, semacam mengancam keberlangsungan istirahat, semacam menyita waktu tidur, semacam mengurangi waktu luang, semacam menguras energy, pikiran, harta, dan lain sebagainya. Jujur, saya termasuk orang yang senang bila diberi deadline, karena saya tahu sesudah deadline pasti saya akan diberi tugas baru (lho?). Karena saya tahu, setelah hujan pasti ada kemungkinan untuk muncul pelangi. Kalo ada deadline, saya *biasanya* lebih semangat untuk menyelesaikan apa yang seharusnya diselesaikan (?), daripada kena sanksi tambahan tugas hayooo. Dengan adanya deadline, saya belajar untuk memanfaatkan waktu dengan baik dan benar sehingga jangan sampai ada waktu yang habis tak berguna. Dari deadline juga saya belajar untuk mempertimbangkan kemampuan diri, ketersediaan waktu, dan faktor lain beserta epsilon supaya setidaknya bisa membentuk persamaan linear regresi sederhana, dengan Metode Kuadrat Terkecil, atau Metode Moment, atau Maximum Likelihood. Ini ngomongin apa sih?

Tahukah? Saat ini saya sedang agak dilemma. Kenapa? Soalnya deadline suatu hal yang sedang saya ikuti prosesnya begitu luammmaaa. Selama perjalanan proses, terjadi fluktuasi pada mood, semangat, dan optimisme saya terkait akan adanya pelangi setelah hujan yang deras. Dari yang awalnya semangat banget, niat banget, seneng banget, optimis banget, di tengah jalan berbelok menjadi semangat aja, niat aja, seneng aja, sama optimis aja. Alay banget sih gue bikin perumpamaannya X___X

Selama perjalanan proses, setan pun tetap berkeliaran. Dari berbagai arah yang dia suka, dia bisikkan kata-kata cantik nan menggoda. Dampaknya, niat baik pun bisa berbelok di tengah perjalanan, nggak cuma setelah proses berhasil diselesaikan dan hasil sesuai yang diharapkan. Jangankan di perjalanan yang penuh aral melintang, di jalan yang lurus, aman, dan bebas hambatan pun niat seseorang bisa saja berbelok. Tak lagi untuk memperbanyak pahala, tapi hanya untuk mendapat pujian dari sesama manusia. Yah, namanya juga manusia, resistansinya kan beda. Itulah mengapa kita harus selalu meluruskan niat di awal, di tengah, dan di akhir perjalanan. Perbuatan kita bisa saja sama, tapi Allah akan memberi balasan sesuai dengan apa yang kita niatkan. Rugi deh ya manusia yang mengira sudah berbuat sebaik-baiknya tetapi niatnya bukan untuk Allah Ta’ala. Mari periksa hati & niat kita :)
 
Oh iya, saya jadi semakin sadar, bahwa hati manusia benar-benar berada dalam genggaman-Nya. Dengan mudah Ia membolak-balik hati siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Makanya ada do’a untuk meneguhkan hati, “Yaa Muqallibal quluub, tsabbit qolbi ‘alaa diinika wa tha’atik”.

Semoga semua ini aku lakukan untuk-Mu dan memang hanya untuk-Mu, aamiin ya Rabb....

0 comments:

Post a Comment