Keteladanan, Lebih Dari Sejuta Kata

Friday, May 24, 2013


           Banyak dari kita sering menemui orang yang pandai sekali bicara, dengan sebaik-baiknya gaya bahasa. Retorikanya begitu memukau siapapun yang pertama melihatnya. Ia mampu bicara mengenai berbagai macam problematika, mengambil contoh permasalahan dari berbagai belahan dunia. Ia sering berorasi di mana saja, menyerukan agar mahasiswa tak fokus hanya pada kuliah saja. Harus berorganisasi katanya. Harus berprestasi katanya.  Namun siapa sangka, di kehidupan pribadi sang pembicara ternyata gagal mengaplikasikannya. Materi Manajemen Diri dan Waktu yang pernah ia sampaikan ke publik, gagal diinternalisasi. Begitu mengetahui, akhirnya orang-orang pun kurang tertarik dengan dirinya dan apa yang diucapkannya, meskipun mengutip perkataan orang-orang yang luar biasa.

            Ada lagi orang yang tak banyak bicara, namun nampak karyanya. Sehari-hari mungkin ia jarang terlihat di sekretariat organisasi, mengurus hal kesana kemari. Ia juga tak sering tampil membawakan materi atau motivasi. Justru seringnya, namanya harum di acara-acara bergengsi; lomba karya tulis, debat bahasa asing, bahkan termasuk dalam daftar mahasiswa berprestasi. Salah satu “efeknya”, ia menjadi seseorang yang dikagumi dan diteladani. Apapun kegiatannya, bagaimana kesehariannya, dan apapun yang dikatakannya meski tak banyak, seolah menghipnotis orang lain untuk mengikuti.

            Kedua contoh di atas mengerucut pada satu hal, yaitu keteladanan. Keteladanan bahkan menjadi kunci utama keberhasilan dalam pendidikan karakter. Manusia lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar, kemudian informasi tersebut sampai ke otak dan diolah sebagaimana mestinya. Tak dapat dipungkiri, diri kita saat ini pun “terpengaruh” dengan orang-orang yang kita kagumi. Entah di sisi aktivitas, gaya bicara, pemilihan kata, gaya berpakaian, bahkan sampai ke memilih sudut pandang berpikir. Ini merupakan bukti bahwa setiap manusia, sadar atau tidak sadar, pasti “mencontoh” apa yang dianggapnya menginspirasi. Tentunya tanpa melupakan bahwa ia harus tetap menjadi dirinya sendiri.

            Terkait karakter mahasiswa MIPA yang diperlukan untuk membentuk pribadi mahasiswa baru, menurut penulis sendiri cukup satu hal, yakni mampu memberikan teladan. Teladan di sini adalah menjadi role model mahasiswa ideal dan mampu menyelaraskan perkataan dan perbuatan. Menyadari adanya kebenaran dari remehan yang sering kita dengar (meskipun tak sepenuhnya benar) bahwa mahasiswa MIPA cenderung study-oriented, tugas kita sebagai mahasiswa lama yang kelak menjadi role model yakni berusaha menginspirasi mahasiswa baru dengan keberhasilan kita, baik di bidang akademis, organisasi, maupun di kehidupan sehari-hari. Aktif di berbagai organisasi dan kegiatan sosial, IP di atas tiga (bahkan cumlaude kalau bisa), menorehkan prestasi, sharing ilmu dan pengalaman seru, dan lulus tepat waktu, adalah idealnya seorang mahasiswa yang dapat diteladani. Tak perlu banyak berkoar-koar kepada mahasiswa baru untuk begitu begini, niscaya mereka akan tergerak dengan sendirinya untuk mengikuti.

We all need someone to look up to.(Picture taken from http://services.flikie.com/view/v3/android/wallpapers/33577986)    









Malang, 23 Mei 2013    21:38


*hal yang diharapkan penulis dari tulisan ini yaitu menjadi pengingat & nasihat bagi sang penulis sendiri, juga bagi semua yang membaca. Semoga bermanfaat dan menginspirasi. 
*tulisan dibuat dalam rangka memenuhi prasyarat screening kepanitiaan PROBINMABA FMIPA UB 2013 :)

0 comments:

Post a Comment