Banyak
dari kita sering menemui orang yang pandai sekali bicara, dengan sebaik-baiknya
gaya bahasa. Retorikanya begitu memukau siapapun yang pertama melihatnya. Ia
mampu bicara mengenai berbagai macam problematika, mengambil contoh
permasalahan dari berbagai belahan dunia. Ia sering berorasi di mana saja,
menyerukan agar mahasiswa tak fokus hanya pada kuliah saja. Harus berorganisasi
katanya. Harus berprestasi katanya. Namun
siapa sangka, di kehidupan pribadi sang pembicara ternyata gagal
mengaplikasikannya. Materi Manajemen Diri dan Waktu yang pernah ia sampaikan ke
publik, gagal diinternalisasi. Begitu mengetahui, akhirnya orang-orang pun
kurang tertarik dengan dirinya dan apa yang diucapkannya, meskipun mengutip perkataan
orang-orang yang luar biasa.
Ada lagi orang yang tak banyak
bicara, namun nampak karyanya. Sehari-hari mungkin ia jarang terlihat di
sekretariat organisasi, mengurus hal kesana kemari. Ia juga tak sering tampil
membawakan materi atau motivasi. Justru seringnya, namanya harum di acara-acara
bergengsi; lomba karya tulis, debat bahasa asing, bahkan termasuk dalam daftar
mahasiswa berprestasi. Salah satu “efeknya”, ia menjadi seseorang yang dikagumi
dan diteladani. Apapun kegiatannya, bagaimana kesehariannya, dan apapun yang
dikatakannya meski tak banyak, seolah menghipnotis orang lain untuk mengikuti.
Kedua contoh di atas mengerucut pada
satu hal, yaitu keteladanan. Keteladanan bahkan menjadi kunci utama
keberhasilan dalam pendidikan karakter. Manusia lebih mudah mengingat apa yang
dilihat daripada apa yang didengar, kemudian informasi tersebut sampai ke otak
dan diolah sebagaimana mestinya. Tak dapat dipungkiri, diri kita saat ini pun
“terpengaruh” dengan orang-orang yang kita kagumi. Entah di sisi aktivitas,
gaya bicara, pemilihan kata, gaya berpakaian, bahkan sampai ke memilih sudut
pandang berpikir. Ini merupakan bukti bahwa setiap manusia, sadar atau tidak
sadar, pasti “mencontoh” apa yang dianggapnya menginspirasi. Tentunya tanpa
melupakan bahwa ia harus tetap menjadi dirinya sendiri.
Terkait karakter mahasiswa MIPA yang
diperlukan untuk membentuk pribadi mahasiswa baru, menurut penulis sendiri
cukup satu hal, yakni mampu memberikan teladan. Teladan di sini adalah menjadi role model mahasiswa ideal dan mampu menyelaraskan perkataan dan perbuatan. Menyadari adanya kebenaran dari remehan
yang sering kita dengar (meskipun tak sepenuhnya benar) bahwa mahasiswa MIPA
cenderung study-oriented, tugas kita
sebagai mahasiswa lama yang kelak menjadi role model yakni berusaha menginspirasi
mahasiswa baru dengan keberhasilan kita, baik di bidang akademis, organisasi,
maupun di kehidupan sehari-hari. Aktif di berbagai organisasi dan kegiatan sosial, IP di
atas tiga (bahkan cumlaude kalau
bisa), menorehkan prestasi, sharing ilmu dan pengalaman seru, dan lulus tepat waktu, adalah idealnya seorang mahasiswa yang dapat diteladani. Tak perlu banyak
berkoar-koar kepada mahasiswa baru untuk begitu begini, niscaya mereka akan
tergerak dengan sendirinya untuk mengikuti.
We all need someone to look up to.(Picture taken from http://services.flikie.com/view/v3/android/wallpapers/33577986) |
Malang,
23 Mei 2013 21:38
*hal
yang diharapkan penulis dari tulisan ini yaitu menjadi pengingat & nasihat bagi
sang penulis sendiri, juga bagi semua yang membaca. Semoga bermanfaat dan
menginspirasi.
*tulisan dibuat dalam rangka memenuhi prasyarat screening kepanitiaan PROBINMABA FMIPA UB 2013 :)
*tulisan dibuat dalam rangka memenuhi prasyarat screening kepanitiaan PROBINMABA FMIPA UB 2013 :)
0 comments:
Post a Comment