Beberapa hari yang lalu saya mendampingi keponakan saya yang masih kelas 2 SD bermain game. Saya nggak tahu apa nama permainannya, tapi persis seperti gambar pada tulisan ini. Sebut saja permainan roket menghindari benda langit. Tugas pemain adalah mengendalikan roket ke arah kanan dan kiri untuk menghindari benda langit di depan. Alasannya jelas, supaya roket bisa tetap melaju sampai tiba di garish finish. Kalau roket menabrak benda langit, maka terjadilah game over.
Keponakan saya bercerita bahwa ia
belum pernah bisa “bertahan lama” mengendalikan roket. Pasti selalu menabrak. Lalu ia meminta saya
memainkannya. Sempat saya membatin dalam hati, “Ah gampang, ini mah mainan saya
jaman dulu.”. Saya menuruti. Start.
Roket saya mulai melaju dari Level Nol. Dengan lincah jempol saya memencet
tombol panah kanan dan kiri untuk menghindari benda langit. Menurut keponakan
saya, saya memainkannya dengan sangat baik. Hehe.
Sejauh ini benda-benda langit
dapat saya hindari dengan lancar. Cukup lama saya bermain. Saya mulai bosan.
Saya bertanya padanya, “Ini di mana garis finishnya?”.
Dia bilang, “Nggak tahu, tapi ada kok. Pokoknya nanti tiba-tiba udah naik
level”. Saya hanya diam, melanjutkan bermain. Keponakan saya duduk di samping
saya sambil memandangi layar game,
melihat roket yang sedang saya kendalikan. Tak lama kemudian dia bilang dengan
girang, “Wah ini udah masuk Level 1”.
Permainan roket ini mengingatkan
saya akan kehidupan. Ibaratnya roket adalah kita, benda langit adalah tantangan
hidup, dan pastinya ada Tuhan sebagai “pembuat” kehidupan. Kita hanya diminta
untuk menjalani, mensyukuri kesempatan hidup yang diberikan. Berbagai tantangan
sudah Dia siapkan agar hidup kita semakin berwarna dan kita bisa mengambil
pelajaran darinya. Bedanya, dalam permainan tersebut roket harus menghindari
benda langit agar tak menabrak dan game
over, namun di kehidupan yang sebenarnya kita justru harus sengaja menabrak
(menemui, menghadapi) tantangan. Menghindari tantangan memang membuat kita
tetap hidup, tapi sesungguhnya kita kehilangan hikmah yang Ia selipkan. Kita
juga mungkin kehilangan kesempatan untuk naik level, baik di mata-Nya maupun di
mata manusia (misalnya pencapaian jenjang karier).
Bisa jadi kita pun merasa “bosan
hidup”. Ya, bosan atas tantangan yang segitu-gitu aja, atau bosan atas
tantangan yang kita rasa sulit untuk dihadapi. Wajar. Hidup memang berdinamika.
Tak perlu menyengajakan diri untuk “game
over”. Yang terpenting adalah terus menjalani dengan baik apa yang Dia
tugaskan. Tanpa sadar, nantinya kita sudah naik level. Garis finish pun sebenarnya sudah Dia tentukan,
hanya saja nggak kelihatan. Percayalah :)
Have a wonderful life! :)
Ruang Baca FMIPA UB
18/02/2015 09:58
Tadinya mau ngerjakan skripsi, tapi malah ngetik ini
*______*
0 comments:
Post a Comment