Saya percaya bahwa salah satu hal
yang bisa memancing rezeki dan menjadikan harta kita barakah adalah dengan
memperbanyak sedekah. Banyak sekali motivasi dalam al-qur’an, hadist, maupun
pengalaman nyata orang lain tentang balasan berlipat ganda yang diperoleh dari
sedekah. Logika manusia takkan bisa mengukur keajaiban sedekah ketika Allah
sudah berkehendak. Selain sebagai salah satu wujud syukur, sedekah juga dapat
menjauhkan manusia dari bala (musibah). Bisa jadi seseorang yang sudah
ditakdirkan dalam Lauhul Mahfuzh akan mengalami kecelakaan di siang hari
ternyata selamat karena Allah ridho terhadap sedekah yang dikeluarkannya di
pagi hari. Di hari kiamat kelak sedekah pun akan menjadi naungan seorang
muslim.
Saya ingin sekali dapat
bersedekah tanpa perlu “menghitung-hitung” (ragu) atau dengan kata lain dapat
bersedekah sebanyak apapun yang saya mau. Sebagai pegawai biasa yang hanya
memiliki active income sekali dalam
sebulan tentu agak membatasi saya dalam mengalokasikan gaji untuk sedekah.
Setiap isi rekening bertambah di tanggal yang saya tunggu-tunggu, saya langsung
teringat bahwa ada kewajiban-kewajiban yang harus saya selesaikan, ada hak
orang lain yang harus saya tunaikan, ada cicilan yang harus saya lunasi, ada
tabungan yang harus disiapkan, dan tentu ada keperluan saya pribadi. Alhasil,
alokasi uang yang “menganggur” dari gaji hanya sekitar 10%, itupun biasanya selalu
digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga (saya masih tinggal bersama
orang tua). Namun alhamdulillah dengan penghasilan tersebut sejauh ini saya tak
pernah luput membayar zakat profesi dan juga membantu kerabat yang membutuhkan.
Di sisi lain, hati saya bersuara untuk bisa memberi lebih banyak lagi meskipun
gaji bulanan belum memungkinkan.
Dari sana mulai terlintas di
pikiran saya beberapa cara untuk mendapat penghasilan tambahan ataupun mendapat
nilai tambah dari aset yang saya miliki. Satu hal yang benar-benar tertancap
dalam benak saya yaitu dalam #10TahunLagi saya ingin mencapai kebebasan
finansial dan kebebasan bersedekah (maksudnya adalah untuk bisa sedekah sebanyak dan
sesering apapun yang saya mau, bukan bebas dari mengeluarkan sedekah, hehe). Setelah
membaca beberapa artikel tentang Keuangan Syariah,
saya tertarik untuk memulai berinvestasi sedini mungkin. Meskipun belum
memiliki “uang menganggur” yang terlalu banyak, saya berniat untuk konsisten
menyisihkan 10-15% dari gaji bulanan saya untuk berinvestasi, meskipun saat itu
belum memutuskan akan investasi di bidang apa.
Source : google.com |
Ketika menghadiri Festival Pasar Modal Syariah yang diselenggarakan Bursa Efek
Indonesia sekitar bulan Maret kemarin, saya mendapat penjelasan bahwa investasi
yang cukup mudah dan murah dilakukan oleh pemula adalah reksadana. Berbekal
beberapa brosur yang saya ambil di booth
Asset
Management, saya pun browsing
untuk mengetahui lebih lanjut terkait reksadana. Ternyata reksadana adalah
himpunan dana dari investor yang dipercayakan kepada Manajer Investasi (MI) untuk
dikelola dalam portofolio saham, obligasi ataupun pasar uang. Bayangkan, hanya
dengan Rp100.000 seseorang sudah dapat berinvestasi di pasar modal. Investor pun
tak perlu “pusing” memikirkan strategi investasi ketika terjadi gejolak
perekonomian atau ketidakstabilan politik karena itu sudah menjadi tugas MI.
Yang perlu investor lakukan hanyalah memilih MI terpercaya, memilih jenis
reksadana sesuai keinginan, menyetorkan dana untuk dikelola oleh MI, dan
menunggu laporan rutin hasil investasi.
Reksadana juga terbagi menjadi
empat (4) jenis yang sudah banyak ditawarkan oleh Manajer Investasi, yaitu
reksadana saham, obligasi (pendapatan tetap), campuran (saham & obligasi)
dan pasar uang. Masing-masing reksadana memiliki tingkat return yang berbeda,
tentunya sesuai dengan jenis resiko yang ‘mengancam’. Oh iya, tak perlu
bingung, tak perlu khawatir, produk reksadana tersebut juga sudah cukup banyak yang
dikelola sesuai prinsip syariah. Misalnya, himpunan dana reksadana saham
syariah hanya akan dialokasikan pada emiten yang termasuk dalam Daftar Efek
Syariah (DES) yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Begitupun dengan
reksadana pendapatan tetap syariah, hanya dialokasikan pada sukuk dan bukan
obligasi konvensional.
Akhirnya saya membuka reksadana
saham syariah sebagai langkah konkrit mewujudkan keinginan sepuluh tahun lagi #10TahunLagi.
Beberapa hal yang saya jadikan pertimbangan:
1. Saya
termasuk tipe investor agresif (menginginkan return tinggi dan siap kehilangan
seluruh investasi). MI merekomendasikan jenis reksadana yang sesuai dengan profil
saya, yaitu reksadana saham.
2. Return
yang tinggi sebanding dengan resiko yang tinggi. Hampir semua artikel dan teori
mengatakan bahwa reksadana saham merupakan reksadana yang paling tinggi
returnnya (bisa mencapai 15-20% dalam setahun) dibandingkan jenis reksadana
lain.
3. Saya
butuh return yang tinggi dalam waktu cepat. Apabila reksadana saham benar-benar
dapat memberi imbal 15-20% per tahun, maka saya hanya butuh waktu tiga (3)
tahun untuk menumbuhkan 50% dari modal awal investasi dan bahkan saya bisa
mendapat nilai investasi saya tumbuh 2x lipat dalam waktu lima (5) tahun.
4. Saya
menginginkan investasi saya dikelola secara syariah (bebas dari unsur riba,
gharar, maitsir) dan hanya diperuntukkan untuk menyokong usaha yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah (bukan bank konvensional, pabrik rokok,
miras, dll).
Source : google.com |
Saat ini saya memiliki reksadana
saham syariah sekitar Rp7.000.000. Apabila setiap bulan saya rutin menambah
investasi sebesar Rp1.000.000, maka pada akhir 2016 kira-kira saya akan
memiliki ‘kekayaan’ sebesar Rp13.000.000. Disiplin berinvestasi memungkinkan saya
memiliki aset kurang lebih Rp60.000.000 dalam lima (5) tahun. Nilai tersebut belum
termasuk gain/loss yang mungkin
terjadi. Apabila estimasi gain sekitar 20%, maka dapat dihitung sendiri berapa
nilai investasi saya di waktu tersebut. Cukup menarik daripada saya hanya rutin
menabung Rp1.000.000 per bulan di bank, bukan?
Setelah uang tersebut terkumpul,
saya berencana akan membeli Sukuk Ritel (SR). Kenapa SR? Karena SR merupakan
alternatif investasi dengan nilai pokok yang dijamin dan bagi hasil yang
diperoleh secara rutin. Ibaratnya, saya cukup “menanam modal” (membeli sukuk)
dan setiap bulan saya mendapat passive
income berupa bagi hasil yang cukup kompetitif (sesuai dengan modal awal).
Nah, bagi hasil dari SR itulah yang akan saya gunakan untuk sedekah sehingga
saya dapat lebih leluasa membantu sesama ataupun menginfakkan harta di jalan
Allah, tidak lagi harus membatasi hanya sekian persen dari gaji. Saya sudah
punya ‘kantong’ sendiri untuk bersedekah tanpa perlu mengambil isi kantong keperluan
rumah tangga. Itulah yang saya maksud dengan kebebasan sedekah.
Source : google.com |
Demikian keinginan saya
#10TahunLagi. Mungkin hanya keinginan sederhana, keinginan agar investasi dunia
juga berfungsi sebagai investasi akhirat. Semoga Allah memudahkan saya
mewujudkannya. Saya yakin sedekah akan membuat harta saya berkah dan bertambah.
Setiap Rupiah yang kita berikan pasti Allah siapkan balasan. Karena bahagia
bukan ketika kita berhasil membahagiakan diri sendiri, tapi juga ketika kita dapat
berbagi. Betul?
#10TahunLagi #AkuCintaKeuanganSyariah #KeuanganSyariah #EkonomiSyariah #InvestasiSyariah #InvestorSyariah #LombaBlogInvestasiSyariah #OJK