Saya mau sejenak flashback ke momen 8 Maret 2014 ketika
saya berniat "menuntut ilmu" sekaligus silaturahim dengan menghadiri acara Leadership Talk yang diselenggarakan oleh Rumah Kepemimpinan
(dulu bernama Pusat Pembinaan Sumber Daya Manusia Strategis a.k.a PPSDMS) di Universitas Airlangga (UNAIR),
Surabaya.
Waktu
itu pertama kalinya saya pergi ke Surabaya menggunakan kereta. Kenapa nggak
menggunakan bus seperti pada perjalanan-perjalanan sebelumnya? Karena teman
saya -yang menjadi mahasiswa UNAIR- bilang bahwa menuju Kampus C UNAIR (tempat
diselenggarakannya acara Leadership Talk) lebih mudah apabila naik kendaraan
umum dari dekat Stasiun Gubeng. Okelah, saya percaya saja. Sabtu sebelum subuh
(sekitar pukul 03:45) saya berangkat dari kost teman menuju Stasiun Malang,
mengejar jadwal kereta Penataran-Dhoho pukul 04.20. Singkat cerita, kereta pun
berangkat tepat waktu, meninggalkan Malang yang masih gelap.
Di
perjalanan saya mengobrol dengan penumpang yang duduk di hadapan saya, seorang
mbak yang kira-kira berusia 22-24 tahun. Awalnya hanya basa-basi, seperti
bertanya mau ke mana dan nanti turun di stasiun mana. Kemudian kami sampai pada
pembicaraan yang lebih dalam, tentang masih kuliah atau sudah kerja, kuliah di
mana, tinggal di mana, dll. Saya bercerita bahwa dulu saya sekolah di SMK
dan saat ini sedang kuliah Statistika di UB. Beliau pun menceritakan kesibukan
pekerjannya dari hari Senin-Jum'at (saya lupa beliau bekerja di mana, yang
jelas di Malang). Beliau juga bercerita bahwa ada sedikit penyesalan karena
selepas lulus SMK memilih menunda kuliah dengan alasan ingin mengumpulkan uang
terlebih dahulu, dan nyatanya sekarang beliau merasa susah (baca : terlanjur
malas) untuk kuliah. Hmmm. Saat itu saya merasa mendapat pencerahan tentang
pentingnya pendidikan. Semacam sedang mendengarkan kuliah subuh. Alhamdulillah.
Kemudian saya pindah tempat duduk ke gerbong lain. Di
hadapan saya ada seorang Bapak dengan usia yang sudah cukup tua, mungkin
sekitar 60 tahun. Saya memulai obrolan terlebih dahulu, menanyakan tujuannya.
Beliau bilang ingin menengok anak dan cucunya di Surabaya. Kami pun mengobrol
santai, membahas hal-hal yang kurang lebih sama dengan apa yang saya bicarakan
dengan seorang mbak di gerbong sebelumnya. Sang Bapak sedikit menasihati saya
untuk tetap mengatur waktu dan menjaga silaturahim dengan orang tua ketika
sedang berada jauh dari mereka (kuliah/kerja merantau, setelah menikah, sedang
pergi, dll). Deggg. Alhamdulillah, lagi-lagi saya mendapat pencerahan sekaligus
pelajaran hidup. Saya menjadi mengingat-ingat apakah dalam seminggu terakhir
itu saya sudah menelepon orang tua atau belum.
Setelah sekitar 2 jam perjalanan, ternyata saya baru menempuh
setengah perjalanan. Perut mulai terasa keroncongan, haha. Bertepatan dengan
itu ada pedagang asongan yang memasuki gerbong, menawarkan berbagai nasi (nasi
uduk, nasi kuning, nasi putih serta lauk, nasi goreng, dll) yang hanya seharga
5.000 per bungkus. Alhamdulillah, saya merasa ada satu kesempatan berbuat baik
di kereta. Saya pun membeli 2 bungkus, untuk saya dan untuk Bapak yang sedari
tadi saya mengobrol dengannya. Awalnya sang Bapak menolak ketika saya tawarkan,
namun saya agak memaksa, hehe. Saya letakkan saja nasi bungkus tersebut di meja
kecil pinggir jendela kami (yang pernah naik kereta ekonomi pasti tau),
kemudian lanjut mengobrol. Beberapa saat kemudian, demi menghargai bocah
ingusan macam saya, akhirnya beliau mengambil nasi tersebut dan berkata, “Ini
saya makan ya, Mbak.”. Saya mempersilakan. Saat itu saya merasakan apa yang
dimaksud “Bahagia itu ketika kita mampu memberi”.
Singkat cerita lagi, sekitar jam 8 saya tiba di Stasiun
Gubeng. Karena tidak tahu mau naik apa, kemudian saya bertanya pada polisi
tentang rute kendaraan umum yang melewati Kampus C UNAIR. Intinya saya disuruh
jalan kaki sekitar 400-500 meter terlebih dahulu untuk menemukan angkot yang
dimaksud, karena angkot tersebut tidak persis melewati Stasiun Gubeng. Baiklah.
Akhirnya saya pun menemukannya (angkot).
Perjalanan melalui angkot menuju Kampus C UNAIR ternyata
tidak sedekat yang saya kira. Sekitar pukul 9.15 saya baru tiba di sana. Belum
ditambah berjalan kaki dari tempat turun angkot ke Gedung Rektorat, wkwk. Seingat
saya, saya baru tiba di hall acara ketika sedang pembacaan do’a pembuka dan
idealisme PPSDMS.
Dua setengah jam yang penuh ilmu. Saya kagum sekali pada dr.
Gamal Albinsaid dengan idenya “Klinik Sampah”. Poin yang paling berkesan pada ingatan saya
adalah, “Bisa jadi perbuatan kita kecil. Namun karena keikhlasan kita, akhirnya
Allah yang menjadikannya berdampak besar”. Masya Allah.
Saya pun silaturahim dengan beberapa teman yang saya kenal
melalui Sobat Bumi ataupun salah satu organisasi ekstra kampus, juga dengansalah
seorang alumni Farmasi UB yang saat itu sedang menempuh S2 Farmasi di UNAIR.
Kami pun menyempatkan berfoto bersama dr. Gamal, hehehe
Pukul 12:00 acara selesai. Saya menikmati Surabaya bersama mbak alumni tersebut, dan sekitar pukul 17:00 pulang ke Malang dengan banyak kenangan. Juga
pelajaran.
Terima kasih UNAIR. Terima kasih Surabaya.
Perjalanan hari ini memang melelahkan. Namun saya teringat perkataan Imam Syafi'i, "Jika kamu tidak dapat menahan lelahnya belajar, maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan."
Semangatssss!
*************
Dibuat dalam rangka mengikuti UNAIR Blogging Competition. Ayo ikutan! :)
Cek syarat dan ketentuannya di http://bpp.unair.ac.id/ketentuanlomba yaaaaa :)
Tangerang, 12-12-16
sekarkasih
0 comments:
Post a Comment