Once, Hardly Feel The Reality

Tuesday, April 23, 2013


Suatu Maghrib ketika saya mengalami kegalauan tingkat tinggi. Hati nggak tentram, duduk nggak nyaman, bingung mau melakukan apa, tersesat dan tak tahu arah jalan pulang *halah*. Lalu tiba-tiba saya ingin mencari "pencerahan", mengambil handphone dan memilah-milah kontak.

Tuuut…. Tuuut… Tuuut… (ceritanya ini suara panggilan telepon)


MR* : Halo, Assalamu’alaikum

Gw : Wa’alaikumsalam. Hehe. *cengengesan*.

MR : Kenapa nduk?

Gw : Mba, mba lagi di mana?

MR : Di kontrakan

Gw : Lagi ngapain mba? *asli ini pertanyaan kepo banget*

MR : La%*#%^…  $#^!*&

Gw : Hah? Lagi apa mba?

MR : %$#@*&^!#% (pengaruh sinyal yang buruk, jadi nggak kedengeran)

Hanya ada bunyi kresek kresek.

MR : Bentar bentar, cari sinyal dulu. Udah?

Gw : Nah sip, udah jelas suaranya. Tadi lagi apa mba?

MR : Lagi tilawah, nduk. Kenapa?

Gw : Oalah. Aduh, maaf deh ganggu. Aku cuma pengen denger suara mba kok ;)

MR : Waaaah so sweet banget :)

Gw : Hehe. Iya, lagi pengen nelpon ajaaaa. Tadi aku nelepon si A, tapi nomornya nggak aktif. Terus nelepon si B, dia lagi di kampus. Ya ngobrol-ngobrol sebentar sih. Terus aku nelepon mba deh  :D

MR : Oh gituuu… Emang adek lagi di mana?

Gw : Di kosan

MR : Lagi ngapain?

Gw : Baru selesai shalat, lagi duduk di atas sajadah *jawaban yang sangat tidak elegan -,-*

MR : Ooooh….

Gw : Ya udah deh aku juga mau tilawah

MR : Iya iya monggo tilawah :)

Gw : Oke deh. Dadaaaah mba. Assalamu’alaikum. Mumumu *ceritanya pake kecup-kecup gitu*

MR : Wa’alaikumsalam.


Dan memang, ucapan orang shalih itu mampu menyejukkan jiwa :')



*MR = Murabbi
Dalam tarbiyah, seseorang mengaji dan menuntut ilmu dengan seorang "pembimbing" yang disebut murabbi :)


Hikmah

Friday, April 19, 2013


Seringkah merasa “Aku kan maunya begini, kok malah takdirnya begitu?”?

Allah memang baik. Mutlak.
Allah memberi apa yang kita butuhkan, bukan hanya apa yang kita inginkan :)


=========================================================================

Hanya ingin sedikit berbagi pengalaman pribadi seperti kejadian di atas. Semoga bisa diambil hikmahnya :)


Dulu ketika kelas dua SMP, saya sangat tak menyukai pelajaran Elektro. Saya bahkan sudah bertekad untuk tidak mempelajarinya di kemudian hari. Ternyata takdir berkata lain, saya malah “terjerumus” ke sekolah teknik. Dan cinta itu berhasil tumbuh ;)

Dulu saya ingin sekali bersekolah di salah satu SMA Negeri terbaik di kota saya. Anehnya, setelah diterima, saya malah memilih SMK Telkom Sandhy Putra Jakarta -_____-. Ternyata, apa yang saya cari justru saya temukan di SMK sana :)
*hanya saya yang tahu “apa” ;)

Dulu saya kagum dengan salah seorang kakak kelas saya yang akhwat (tetapi dulu saya belum mengerti istilah akhwat, ikhwan, ukhti, akhi, syuro, dll). Kagum dengan keshalihannya, kepribadiannya, kecerdasannya, dan gaya berjilbabnya (?). Sempat mencoba ingin menjadi seperti dirinya, tapi belum bisa *ciaaah*. Dan saat ini, saya *katanya* sudah menjadi akhwat.

Dulu sewaktu SMK saya ingin sekali mengikuti ekskul Tari Saman, tetapi jam latihan tari Saman selalu berbarengan dengan jam pelaksanaan Keputrian. Awalnya sih berniat datang Keputrian sebentar saja lalu segera ke tempat latihan, tetapi setiap kali menyimak acara Keputrian rasanya saya nggak mau beranjak. Akhirnya saya selalu rutin mengikutinya sampai selesai dan menemukan hidayah dari sana ^^
*eh tapi sampai sekarang saya masih suka lho ngelihat tari Saman

Dulu saya pernah menyukai seseorang *ehem*, dan Alhamdulillah orang tersebut malah menyukai teman saya. Memang “pahit” sih, kisah sinetron banget. Tetapi kalau rasa suka saya berbalas saat itu, mungkin akan menjadi ujian tersendiri bagi saya :P

Dulu saya pernah *tanpa sengaja dan tanpa bermaksud* menyalahgunakan amanah yang diberikan, kemudian Allah menegur saya perlahan dengan Kasih-Nya. Seiring berjalannya waktu, saya semakin belajar untuk berhati-hati dengan apa yang saya miliki.

Dulu saya pengen masuk UI, eh ternyata masuknya ke UB. Meleset satu huruf sih, hehe. Tapi ternyata, Subhanallah, perlahan saya menyadari makna keberadaan saya di UB ini :)

Dulu saya pengen kuliah Teknik Elektro, tetapi sayangnya Teknik Elektro tidak cukup pantas untuk mendapatkan mahasiswa seperti saya (?). Jadilah saya kuliah Statistika. Dan ternyata, Statistika banyak sekali manfaatnya. Jadi tertantang untuk menjadikannya kian bermanfaat. Sepertinya, menurut saya, Statistika lebih “aman” untuk wanita :)

Ketika UAS semester dua kemarin, pernah saya pulang ke kosan sudah menginjak malam hari dengan laptop yang baterainya habis. Saat belajar dan ingin menyalakan laptop, saya baru menyadari bahwa chargernya tertinggal di sekret BEM, grrrrrrrrr. Padahal materi untuk ujian besok pagi SEMUANYA ada di laptop. Lalu saya berhusnudzan bahwa itulah cara Allah menyuruh saya istirahat, dan akhirnya saya tidur :p

Pernah di suatu mata kuliah yang materinya belum saya pahami, tiba-tiba sang dosen menunjuk saya untuk mengerjakan soal di depan kelas. Sejujurnya saya bingung apa yang akan saya kerjakan. Namun saya harus tetap terlihat cool *halah guayyya*, dan akhirnya saya menjelaskan apa saja yang sekiranya bisa saya jelaskan (?). Sambil diperbaiki juga sama dosennya, hehe. Alhamdulillah jadi paham :)
*manusia terkadang harus dipaksa. The Power of Kepepet.

Pernah juga saya menyesali pertemuan dengan seseorang yang Allah takdirkan bertemu dengan saya (?), namun Allah selalu membimbing untuk mencari sisi positif yang bisa diteladani darinya. Dan memang benar, belajar bisa dari siapa saja :D

*dan ini sepertinya bukan pengalaman yang sedikit seperti yang kau bilang di atas -_______-


+  +  +


Cobalah temukan sejuta alasan untuk bersyukur dan mencari hikmah dari setiap peristiwa :)

Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).
(Al-Baqarah : 269)

"Al-Hikmah adalah barang yang hilang dari orang mukmin, maka di mana saja ia dapati, dia adalah orang yang paling berhak terhadapnya"
(HR Imam at-Turmizi)
 
 
Malang, 19 April 2013   08:35

Sharing Silaturahmi

Wednesday, April 17, 2013


Kemarin malam tiba-tiba saya berencana untuk berkunjung ke rumah saudara di Surabaya akhir pekan ini. Tadi siang saya menelepon salah seorang sahabat yang kuliah di kota yang berbeda untuk sekadar bertanya kabar dan berbagi cerita. Kemudian baru saja saya berencana untuk dalam waktu dekat ini berkunjung ke kontrakan salah satu teman, melakukan suatu transaksi *tsaaah*. Dan ketiga kegiatan tersebut mengerucutkan pemikiran saya pada satu inti kegiatan, yaitu silaturahmi. Yap, dan saat ini saya ingin bercerita tentang silaturahmi :)

Sepertinya kita sudah tidak asing dengan aktivitas silaturahmi. Sering sekali kita mendengar orang bilang
“mau silaturahmi ke rumah saudara di Jakarta”,
atau “mau reunian nih sama temen-temen SMA” ,
atau “mau pulang kampung, ketemu orang tua dan adekku”,
atau “mau shalat berjama’ah di masjid, sekalian ketemu bapak-bapak se-RW”,
atau “mau main ke tetangga”,
atau “mau nelepon sodara yang tinggal di Papua”,
atau “mau bales e-mail dari temenku yang kuliah di Amerika”,
atau “mau chatting sama temen yang ketemu di acara kemarin”,
atau yang lebih simpel lagi “lagi SMS-an sama temen, soalnya udah lama gak ketemu”.

Menurut sang penulis sendiri, kira-kira kegiatan seperti itu bisa dikatakan sebagai menjalin silaturahmi. Biasanya momen Idul Fitri dan Idul Adha merupakan saat-saat yang paling mudah untuk bersilaturahmi langsung ke keluarga besar (moment dan timingnya begitu mendukung). Selebihnya, entah silaturahmi ke keluarga besar atau ke teman, mungkin lebih sering lewat SMS, telepon, surat *masih jaman?*, e-mail, titip salam *misal kita ketemu si A yang merupakan temen SMA kita, kebetulan dia satu jurusan kuliah dengan si B yang teman TK kita, lalu terucaplah “salam ya buat si B”. Atau lewat jasa siaran radio juga boleh*. Apalagi jaman sekarang sudah eranya WhatsApp-an, BBM-an, Facebook-an, Twitter-an, Skype-an, dan lain-lain, dan kawan-kawan, dan seterusnya. Seharusnya silaturahmi bisa terus terjalin dengan mudah :)



 
Lalu saya teringat manfaat silaturahmi yang ada di salah satu hadits :

“Barangsiapa yang menyukai untuk mendapatkan kelapangan rezeki dan panjang umurnya, hendaklah ia menyambung hubungan (silaturahmi) dengan saudaranya” (HR. Bukhari dan Muslim)


Bentuk rezeki kan macam-macam; bisa berbentuk materi, kesehatan, kemudahan urusan, kebahagiaan hidup, teman, pasangan hidup, dll. Kalo boleh saya membuat contoh, ketika seseorang senang bersilaturahmi, maka ia akan memiliki banyak teman atau relasi (termasuk rezeki kan?). Dari relasi tersebut, ia kemungkinan akan mendapat banyak tawaran kesempatan (lowongan pekerjaan, beasiswa, oleh-oleh dari luar negeri, bahkan pakaian dan makanan. Itu termasuk rezeki juga lho). Selain itu, karena sering bersilaturahmi, akhirnya timbul rasa bersaudara dan saling memiliki sehingga ada sikap saling membantu dan sebisa mungkin mempermudah urusan saudaranya. Nah, terlihat kan bentuk “kelapangan rezeki”nya seperti apa? Semakin sering bersilaturahmi (apalagi bila sekalian memperluas silaturahmi), insya Allah akan semakin baik :)

Kemudian tentang panjang umur. Salah satu yang saya pahami, “umur” tidak sama dengan “usia”. Usia seseorang dilambangkan dengan bilangan lamanya hidup (17, 26, 49, 63, dll), sedangkan umurnya cenderung dilambangkan dengan ingatan seseorang tentangnya. Itulah mengapa bahasa lain dari meninggal adalah tutup usia, bukan tutup umur. Itu pula mengapa banyak orang berkata, “Wah kamu panjang umur, baru juga diomongin eh tiba-tiba dateng”, atau “Aku tadi kepikiran kamu, eh semenit kemudian tiba-tiba kamu SMS. Panjang umur”. Pesan tersiratnya mungkin adalah orang yang senang bersilaturahmi akan diingat orang, dan itulah yang dimaksud dengan panjang umur. Atau memang di sanalah titik kekuasaan Allah, memberi anugerah hidup (usia) yang panjang sebagai balasan ke orang yang senang bersilaturahmi. Wallahu a’lam. Logika manusia seringnya tak mampu berpikir sampai ke sana :)

Oh iya, ada lagi manfaat silaturahmi yang sering saya rasakan, yaitu mendapat do’a dari orang yang kita silaturahimi. Setiap kali silaturahmi, kemungkinan besar akan ditanya tentang kesibukan kita sekarang. Ambil contoh saya yang menjawab “Masih kuliah”, biasanya akan dido’akan, “Oke deh, semoga sukses kuliahnya. Cepet lulus, nilainya bagus, cepet dapet kerja, terus nanti gajinya besar. Aamiin”. Kalo beruntung, ada tambahan do’a, “Semoga cepet ketemu jodohnya” #eaaa. Bayangkan! Semakin sering kita silaturahmi, semakin banyak kita dido’akan oleh orang lain. Enak kan? :D


Mari terus menjalin silaturahmi ^_^



Malang, 8 April 2013   23:14