Being a PFS #3 :)

Friday, January 3, 2014



Insya Allah rezeki untuk menuntut ilmu akan selalu ada.
--Pak Adi Candra, guru Matematika SMK Telkom

Allah akan memudahkan jalan menuju yang terbaik untuk kita.

Bismillahirrahmaanirrahiim. 
Mau sedikit berbagi cerita perjalanan saya menjadi seorang Pertamina Foundation Scholar (PFS). Semoga menginspirasi :)

Part Pendaftaran
Semua bermula pada hari Selasa tanggal 18 Juni 2013 ketika saya sedang kumpul bersama teman-teman BEM  di stand informasi penyambutan mahasiswa baru FMIPA. Kebetulan saya melihat selebaran informasi, ternyata berisi tentang Beasiswa Sobat Bumi. Selintas saya baca persyaratan dan timeline pendaftarannya. Alhamdulillah saya memenuhi syarat. Waktu pendaftaran via online baru dibuka keesokan harinya, tepatnya tanggal 19 Juni sampai 19 Juli. Saya kemudian menunjukkan selebaran tersebut ke salah satu sahabat saya, Suci. Kami bertekad untuk sama-sama mendaftar, maklum sama-sama nggak dapet beasiswa :D

Timeline pendaftaran yang cukup lama (sebulan) membuat saya menunda-nunda untuk mendaftar. Dalihnya menunggu UAS selesai.  Bulan Juni berlalu. Bulan Juli pun sudah hampir mencapai sepertiganya. Kemudian saya teringat bahwa butuh banyak berkas yang harus disiapkan untuk mendaftar. Mulailah saya me-list : transkrip akademik, scan KTM, scan kartu keluarga, scan bukti pembayaran SPP, surat pernyataan, dan dua surat rekomendasi (dari pihak universitas dan tokoh lingkungan). Kemudian saya membuka web pendaftarannya ( www.beasiswa-sobatbumi.com ). Saya tercengang. Banyak banget yang harus diisi -_- Sambil berdo’a agar dimudahkan, dengan telaten dan perlahan saya mengisinya. Saya ingat waktu itu di hari Sabtu siang sehabis rapat persiapan Probinmaba FMIPA 2013, memanfaatkan WiFi kampus, menikmati semilir angin di gazebo jurusan, juga sedang puasa Ramadhan :)

Ternyata nggak bisa “sekali isi” langsung selesai. Butuh menelusuri masa lalu untuk bisa menyelesaikannya (baca : harus liat nilai ujian di ijazah SMA, SMP, dan SD, merinci pengalaman organisasi dan kepanitiaan, mengingat-ingat pernah ikut seminar atau pelatihan apa saja, dll). Juga ada lima essay. Intinya kudu dikerjain offline dulu deh. Trus H-3 saya baru mulai wira-wiri ngurus surat rekomendasi. Satu dari Prof. Henny Pramoedyo (guru besar Statistika sekaligus dosen Pembimbing Akademik saya, untuk surat rekomendasi dari universitas), satu lagi dari mba Tasyah Istitika Utari (founder Malang Youth Greeneration, untuk surat rekomendasi dari aktivis/tokoh lingkungan). Alhamdulillah, dimudahkan banget minta surat rekom ke mereka. Lalu H-1 kondisi tubuh saya drop, jadinya seharian di kosan aja, bikin essay. Ada hikmahnya juga, jadi lebih “fokus” menyelesaikan. Besoknya, tepat di hari deadline pendaftaran (Jum’at, 19 Juli 2013), kondisi tubuh saya pun tak lebih baik. Dikarenakan transkrip yang di-submit harus ditandatangani oleh Ketua Prodi dan dilegalisir pihak fakultas, jadinya hari itu saya memaksakan diri ke kampus. Urusan “berkas-berkas nyata” sudah selesai, tinggal men-scan semuanya di rental terdekat dari kampus.

Singkat cerita, mendekati jam 2 siang, berkas-berkas baru selesai di-scan. Saya kembali lagi ke kampus untuk melakukan pendaftaran online. Kenapa harus di kampus? Karena saya nggak punya modem internet, hehe. Tapi entah kenapa siang itu WiFi kampus susah sekali dikoneksikan. Sangat susah. Saya sampai “ngungsi” ke Gazebo Fakultas Pertanian (FP) , mencoba satu per satu network yang ter-detect. Ternyata nggak bisa. Bener-bener menguji kesabaran. Bener-bener bikin emosi. Sampai adzan Ashar berkumandang, laptop saya masih belum berhasil tersambung ke internet. Saya matikan ia sejenak, kemudian bergegas ke mushala FP untuk shalat.  Ah ya, mungkin saya lupa meminta pada Allah agar urusan ini dipermudah.

Selesai shalat, saya merasa sedikit lebih tenang. “Perjuangan” akan kembali dimulai. Berulang kali mengoneksikan ulang, tapi WiFi di wilayah FP saat itu memang sedang tidak bersahabat. Akhirnya saya pindah ke Gazebo Biologi. Di sana juga kondisinya nggak jauh beda, tapi sedikit lebih baik. Bisa terhubung meskipun putus-nyambung. Kesabaran kembali diuji. Dan yang memperparah, ternyata ukuran masing-masing berkas yang di-submit maksimal sebesar 100kb. Ya ampuuunnn. Saya sampai berulang kali melakukan convert dan resize dokumen!!! Download software ini itu lah, resize via online lah, bertanya ke teman-teman lah, bahkan sampai minta tolong ke teman-teman Biologi yg kebetulan lagi di sana. Sejujurnya saya sudah merasa amat lelah. Sempat terlintas untuk batal mendaftar, tapi sayang perjalanan sudah melebihi separuh.  Nggak terasa, adzan Maghrib pun berkumandang. Saya masih stuck di sana, berkutat dengan laptop. Datanglah salah satu teman saya memberi segelas air minum untuk buka puasa. Alhamdulillah. Saya memanfaatkan waktu mustajab tersebut (salah satu waktu yang mustajab utk berdo’a adalah ketika sedang berbuka puasa) dengan tak henti-hentinya berdo’a agar dimudahkan. Finally, pukul 18:00 saya baru selesai melakukan registrasi. Lega banget rasanya, pfiuhhh. Empat jam berada di titik puncak emosi, tapi puasa mampu meredam segalanya :”)


Part Penantian
Setelah mendaftar via online, yang selanjutnya harus dilakukan adalah menunggu hasil seleksi kelengkapan berkas. Prosesnya sebulan. Saya ingat sekali malam tanggal 17 Agustus tiba-tiba ada yang mengirim sms ke saya mengabarkan bahwa saya lolos seleksi. Waktu itu sih atas nama Evan selaku perwakilan Sobat Bumi Malang. Saya jadi teringat bahwa memang tanggal tersebut yang tertera di timeline untuk pengumuman hasil seleksi berkas. Saya cek websitenya, ternyata belum ada info terbaru. Saya balas smsnya dan saya tanya ke beliau, eh nggak dibales. Peace ya mas Evan, tapi beneran awalnya saya kira itu sms hoax :P. Besoknya saya bertanya lagi tentang kepastian kabar tersebut dan cuma dibalas, “Tunggu aja”. Agak ngeselin sih emang :p. Beberapa hari kemudian barulah infonya dipublish di web. Alhamdulillah nama saya termasuk dalam 20 orang yang akan lanjut ke seleksi wawancara di kampus dari 410 mahasiswa UB yang mendaftar. Nggak nyangka.  :”)

Part Wawancara
Kata Mama saya, ternyata saya masih-lah saya yang dulu. Maksudnya? Saya masih suka menyepelekan dan menunda-nunda sesuatu. Entah kenapa saya senang sekali mengerjakan apapun mendekati deadline -_-. H-1 wawancara saya baru rempong menyiapkan CV, minta transkrip (lagi), minta surat keterangan aktif organisasi, fotokopi sertifikat-sertifikat, daaannn… latihan wawancara! Segalanya terasa cepat dan singkat. Tiba-tiba udah mendekati malam. Badan udah capek banget, sedangkan berkas belum disusun (disuruh buat 4 rangkap meeennn -____-“), sedangkan baju untuk besok belum disiapkan (berharap ada yang nyiapkan #eaaa, tapi nggak ada #eaaa). Jadilah terasa banget repotnya pas hari-H wawancara (Kamis, 12 September 2013). 
 
Sertifikat dan berkas yang berserakan -_-


 Berangkat buru-buru karena jam 7 harus nemui kaprodi untuk minta TTD, trus harus minta stempel, trus ngerasa butuh browsing-browsing untuk tambahan “bekal wawancara”. Begitu sampai di lokasi tes (Gedung Rektorat UB), ngeliat peserta lainnya sibuk merapikan berkas, baru inget kalo saya belum menyertakan fotokopi Kartu Keluarga (KKnya ayah saya, bukan KK saya. Eaaa). Ribet lagi mesti cari tempat ngeprint (tapi bener-bener mengucap Alhamdulillah karena saya punya softcopy scan-nya, jadi nggak harus balik ambil ke kosan). Akhirnya saya kaya abis olahraga. Kecapekan. -_-
Lalu saya sengaja menyendiri, duduk agak jauh dari kursi panjang yang diduduki para peserta. Baca-baca lagi apa yang saya isikan di form pendaftaran, baca-baca lagi evaluasi dari latihan wawancara kemarin, sedikit baca-baca koran yang kebetulan ditumpuk di meja sebelah saya. Saya nervous. Satu hal “efek” dari nervous adalah saya pasti bolak-balik ke kamar mandi, hahaha. Saya  lupa kemarin saya berapa kali ke kamar mandi, tapi kayanya sih nggak sebanyak waktu saya lomba Cerdas Cermat jaman SMK (waktu itu sampe 7x meeennnn). Udah gitu saya kelaperan karena paginya nggak sempat sarapan. Satu hal lain efek dari nervous adalah saya nggak akan bisa (nggak akan mau) makan. Sampai waktu ISHOMA, saya belum dipanggil. Jadilah saya benar-benar menderita hari itu :|
Sekitar pukul 14:40 barulah tiba giliran saya. Masuk ruangan, ada 4 interviewer di sana. Satu merupakan Staff Ahli Bidang Pendidikan dari Kantor Pertamina Pusat, satu yang lain merupakan Staff Ahli Bidang Penalaran & Softskill dari Universitas Brawijaya, satu lainnya merupakan Ketua HRD Pertamina Regional Jawa-Bali, dan satu yang terakhir merupakan alumni Pertamina Foundation Scholars (PFS). Mantaapppp!!! Mereka duduk berjajar di depan, lalu saya duduk di “kursi panas” di tengah ruangan menghadap mereka. Pertama saya disuruh memperkenalkan diri. Ternyata eh ternyata, wawancara ini nggak setegang yang saya bayangkan kok, hehe. Menurut saya sih cenderung santai, kaya ngobrol biasa. Mereka pun menekankan demikian, jadi terasa lebih enjoy :”). Beberapa pertanyaan ada yang sebelumnya sudah saya duga, seperti  “Apa sih strategimu untuk menyelamatkan bumi?”, “Apa yang akan Pertamina Foundation dapatkan bila memilihmu sebagai penerima beasiswa ini?”. Ada juga pertanyaan yang di luar perkiraan, haha, seperti, “Menurutmu, apa sifat/sikap orang tua yang paling terasa diwariskan ke kamu?”. Lalu saya jawab, “Sifat cerewet, diturunkan dari Ibu saya”. Besoknya Mama saya ketawa terbahak-bahak pas saya ceritakan itu via telepon XD *sungkem*
 Wawancara berlangsung 20 menit. Selesai. Saya merasa tenang. Jam setengah empat sore saya baru bisa makan (sekali makan mengatasnamakan makan pagi + makan siang + makan malam -________-). Dari wawancara itu, saya belajar satu hal : siapkan mental dengan segala kemungkinan pertanyaan  :D :D :D
Oh iya, btw, di wawancara ini juga akhirnya saya bertemu Mas Evan (Presiden Sobat Bumi Malang) yang awalnya saya anggap hoax ^_^V

Part Pengumuman
Seminggu. Dua minggu. Waktu berlalu, pengumuman belum juga diumumkan *loh*. Saya hanya tetap berdo’a, memasrahkan segalanya pada Yang Maha Kuasa. Kalau memang ini rezeki saya, insya Allah nggak akan kemana-mana.  Lalu hari Jum’at tanggal 27 September kebetulan saya mau bermalam di kosan Suci dikarenakan esok pukul 03:30 saya sudah harus datang ke kampus (Panitia KRIMA MABA). Jam 9an malam saya sudah amat lelah. Badan sudah direbahkan di atas kasur, tapi mata belum bisa dipejamkan, tangan pun masih mengirim sms jarkoman ke panitia lain. Di sebelah saya Suci sudah terlelap cukup pulas, entah sudah mimpi apa. Tiba-tiba datanglah sms dari mas Evan : “Congratz for you who pass the selection, blablabla... Dan buat kamu yang belum lolos, blablabla....”. Deg. Sms tersebut memiliki dua makna. Sama-sama dikirim untuk yang lolos dan yang nggak lolos. Saya nggak tahu saya masuk yang mana. Lalu saya membatin, “Emang pengumumannya udah ada ya? Di mana?”. Segera saya klik website Sobat Bumi dari handphone mungil saya. Penuh rasa deg-degan, kaya mau dilamar, eh. Di antara puluhan nama universitas dan dua ratus nama penerima beasiswa, Alhamdulillah ada nama saya di daftar 10 penerima dari Universitas Brawijaya. Ternyata ini jawaban dari Allah atas ditolaknya saya di 3 beasiswa sebelumnya. Allah Cuma mau lihat saya terus berusaha. Allah mau memberi yang lebih baik, karena beasiswa ini insya Allah mencakup biaya pendidikan dan biaya hidup per bulan sampai lulus. Allah memberi apa yang saya butuhkan, bukan hanya apa yang saya inginkan :”)
Langsung saya mengabarkan orang tua dan beberapa teman via SMS, “Alhamdulillah... Now I’m a PFS (Pertamina Foundation Scholars) :)”. Ayah saya membalas dengan ucapan syukur dan berkata bahwa ini adalah kado dari Allah. Tak lupa saya pun membangunkan Suci sebentar untuk mengabarkan ini. Respon dia, “Wah, kado ulang tahun”. Dia ingat kalau besoknya hari ulang tahun saya :”)


Epilog. Tanya hati.
Siapa yang menggerakkan saya untuk ada di stand informasi BEM dan membaca selebaran yang awalnya terabaikan?
Siapa yang mengingatkan saya bahwa saat itu sudah pekan kedua bulan Juli dan semakin mendekati deadline pendaftaran?
Siapa yang mengatur kesibukan Prof. Henny, mba Indra, dan mba Tasyah sehingga saya bisa mudah menemui mereka demi mengurus surat rekomendasi di waktu yang singkat sekali?
Siapa yang mengarahkan Turhadi untuk melintas di samping saya dan kemudian bersedia membantu me-resize beberapa file yang saya sudah frustasi sekali mengurusnya?
Siapa yang mengatur tanggal turunnya honorarium asisten sehingga uang “datang” tepat di saat saya sangat butuh untuk melengkapi berbagai dokumen wawancara?
Siapa yang menggerakkan hati seseorang untuk meletakkan koran edisi terbaru yang halamannya berisi berita lingkungan di sebelah tempat saya duduk?
Siapa yang menggerakkan lisan para interviewer sehingga mereka menanyakan hal-hal yang jawabannya sudah saya siapkan?
Last but not least, siapa yang menghendaki keluarnya pengumuman final penerima beasiswa ini tepat sehari sebelum saya berulang tahun sehingga menjadi kado yang manis sekali? :”)

Allah.

==============================================================

Allah yang menciptakan kita, Allah juga yang mengatur rezeki kita. Jangan khawatir.
Karena campur tangan Allah akan bekerja ketika kita sudah mengerahkan usaha yang terbaik.
Karena gagalmu di satu kesempatan adalah pintu keberhasilanmu di kesempatan yang lain.
Bermimpilah yang besar, kerahkan potensi yang kau punya, lalu lihat kuasa Allah mewujudkan segalanya
(Annisa Sekar Kasih, 2013)


Welcome Party PFS Malang :)

3rd Gathering @ Bogor. Tapi saya nggak ikut, heuheu~

3 comments:

Anonymous said...

Sungguh membuat saya semangat dan terharu membacanya, you'are my new inspiration mba Sekar Kasih :))

Unknown said...

salam sobat bumi.,, :)

Anonymous said...

waaw...:-)

Post a Comment