Insya Allah rezeki untuk menuntut ilmu akan selalu ada.
--Pak Adi Candra, guru Matematika SMK Telkom
Allah akan memudahkan jalan menuju yang terbaik untuk kita.
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Mau sedikit berbagi cerita perjalanan saya
menjadi seorang Pertamina Foundation
Scholar (PFS). Semoga menginspirasi :)
Part Pendaftaran
Semua bermula pada hari Selasa tanggal 18 Juni 2013
ketika saya sedang kumpul bersama teman-teman BEM di stand informasi penyambutan mahasiswa baru
FMIPA. Kebetulan saya melihat selebaran informasi, ternyata berisi tentang
Beasiswa Sobat Bumi. Selintas saya baca persyaratan dan timeline pendaftarannya.
Alhamdulillah saya memenuhi syarat. Waktu pendaftaran via online baru dibuka
keesokan harinya, tepatnya tanggal 19 Juni sampai 19 Juli. Saya kemudian
menunjukkan selebaran tersebut ke salah satu sahabat saya, Suci. Kami bertekad
untuk sama-sama mendaftar, maklum sama-sama nggak dapet beasiswa :D
Timeline pendaftaran yang cukup lama (sebulan) membuat
saya menunda-nunda untuk mendaftar. Dalihnya menunggu UAS selesai. Bulan Juni berlalu. Bulan Juli pun sudah
hampir mencapai sepertiganya. Kemudian saya teringat bahwa butuh banyak berkas
yang harus disiapkan untuk mendaftar. Mulailah saya me-list : transkrip
akademik, scan KTM, scan kartu keluarga, scan bukti pembayaran SPP, surat
pernyataan, dan dua surat rekomendasi (dari pihak universitas dan tokoh
lingkungan). Kemudian saya membuka web pendaftarannya ( www.beasiswa-sobatbumi.com ). Saya tercengang. Banyak
banget yang harus diisi -_- Sambil berdo’a agar dimudahkan, dengan telaten dan
perlahan saya mengisinya. Saya ingat waktu itu di hari Sabtu siang sehabis
rapat persiapan Probinmaba FMIPA 2013, memanfaatkan WiFi kampus, menikmati
semilir angin di gazebo jurusan, juga sedang puasa Ramadhan :)
Ternyata nggak bisa “sekali isi” langsung selesai. Butuh
menelusuri masa lalu untuk bisa menyelesaikannya (baca : harus liat nilai ujian
di ijazah SMA, SMP, dan SD, merinci pengalaman organisasi dan kepanitiaan,
mengingat-ingat pernah ikut seminar atau pelatihan apa saja, dll). Juga ada
lima essay. Intinya kudu dikerjain offline dulu deh. Trus H-3 saya baru mulai
wira-wiri ngurus surat rekomendasi. Satu dari Prof. Henny Pramoedyo (guru besar
Statistika sekaligus dosen Pembimbing Akademik saya, untuk surat rekomendasi
dari universitas), satu lagi dari mba Tasyah Istitika Utari (founder Malang
Youth Greeneration, untuk surat rekomendasi dari aktivis/tokoh lingkungan).
Alhamdulillah, dimudahkan banget minta surat rekom ke mereka. Lalu H-1 kondisi
tubuh saya drop, jadinya seharian di
kosan aja, bikin essay. Ada hikmahnya juga, jadi lebih “fokus” menyelesaikan. Besoknya,
tepat di hari deadline pendaftaran
(Jum’at, 19 Juli 2013), kondisi tubuh saya pun tak lebih baik. Dikarenakan
transkrip yang di-submit harus
ditandatangani oleh Ketua Prodi dan dilegalisir pihak fakultas, jadinya hari
itu saya memaksakan diri ke kampus. Urusan “berkas-berkas nyata” sudah selesai,
tinggal men-scan semuanya di rental
terdekat dari kampus.
Singkat cerita, mendekati jam 2 siang, berkas-berkas
baru selesai di-scan. Saya kembali
lagi ke kampus untuk melakukan pendaftaran online. Kenapa harus di kampus?
Karena saya nggak punya modem internet, hehe. Tapi entah kenapa siang itu WiFi
kampus susah sekali dikoneksikan. Sangat susah. Saya sampai “ngungsi” ke Gazebo
Fakultas Pertanian (FP) , mencoba satu per satu network yang ter-detect.
Ternyata nggak bisa. Bener-bener menguji kesabaran. Bener-bener bikin emosi.
Sampai adzan Ashar berkumandang, laptop saya masih belum berhasil tersambung ke
internet. Saya matikan ia sejenak, kemudian bergegas ke mushala FP untuk
shalat. Ah ya, mungkin saya lupa meminta
pada Allah agar urusan ini dipermudah.
Selesai shalat, saya merasa sedikit lebih tenang.
“Perjuangan” akan kembali dimulai. Berulang kali mengoneksikan ulang, tapi WiFi
di wilayah FP saat itu memang sedang tidak bersahabat. Akhirnya saya pindah ke
Gazebo Biologi. Di sana juga kondisinya nggak jauh beda, tapi sedikit lebih
baik. Bisa terhubung meskipun putus-nyambung. Kesabaran kembali diuji. Dan yang
memperparah, ternyata ukuran masing-masing berkas yang di-submit maksimal
sebesar 100kb. Ya ampuuunnn. Saya sampai berulang kali melakukan convert dan resize dokumen!!! Download software ini itu lah, resize via online
lah, bertanya ke teman-teman lah, bahkan sampai minta tolong ke teman-teman
Biologi yg kebetulan lagi di sana. Sejujurnya saya sudah merasa amat lelah.
Sempat terlintas untuk batal mendaftar, tapi sayang perjalanan sudah melebihi
separuh. Nggak terasa, adzan Maghrib pun
berkumandang. Saya masih stuck di
sana, berkutat dengan laptop. Datanglah salah satu teman saya memberi segelas
air minum untuk buka puasa. Alhamdulillah. Saya memanfaatkan waktu mustajab
tersebut (salah satu waktu yang mustajab utk berdo’a adalah ketika sedang
berbuka puasa) dengan tak henti-hentinya berdo’a agar dimudahkan. Finally,
pukul 18:00 saya baru selesai melakukan registrasi. Lega banget rasanya,
pfiuhhh. Empat jam berada di titik puncak emosi, tapi puasa mampu meredam
segalanya :”)
Part Penantian
Setelah mendaftar via online, yang selanjutnya harus
dilakukan adalah menunggu hasil seleksi kelengkapan berkas. Prosesnya sebulan.
Saya ingat sekali malam tanggal 17 Agustus tiba-tiba ada yang mengirim sms ke
saya mengabarkan bahwa saya lolos seleksi. Waktu itu sih atas nama Evan selaku
perwakilan Sobat Bumi Malang. Saya jadi teringat bahwa memang tanggal tersebut
yang tertera di timeline untuk pengumuman hasil seleksi berkas. Saya cek
websitenya, ternyata belum ada info terbaru. Saya balas smsnya dan saya tanya
ke beliau, eh nggak dibales. Peace ya mas Evan, tapi beneran awalnya saya kira
itu sms hoax :P. Besoknya saya bertanya lagi tentang kepastian kabar tersebut
dan cuma dibalas, “Tunggu aja”. Agak ngeselin sih emang :p. Beberapa hari
kemudian barulah infonya dipublish di web. Alhamdulillah nama saya termasuk
dalam 20 orang yang akan lanjut ke seleksi wawancara di kampus dari 410
mahasiswa UB yang mendaftar. Nggak nyangka.
:”)
Part Wawancara
Kata Mama saya, ternyata saya masih-lah saya yang dulu.
Maksudnya? Saya masih suka menyepelekan dan menunda-nunda sesuatu. Entah kenapa
saya senang sekali mengerjakan apapun mendekati deadline -_-. H-1 wawancara
saya baru rempong menyiapkan CV, minta transkrip (lagi), minta surat keterangan
aktif organisasi, fotokopi sertifikat-sertifikat, daaannn… latihan wawancara!
Segalanya terasa cepat dan singkat. Tiba-tiba udah mendekati malam. Badan udah
capek banget, sedangkan berkas belum disusun (disuruh buat 4 rangkap meeennn
-____-“), sedangkan baju untuk besok belum disiapkan (berharap ada yang
nyiapkan #eaaa, tapi nggak ada #eaaa). Jadilah terasa banget repotnya pas
hari-H wawancara (Kamis, 12 September 2013).
|
Sertifikat dan berkas yang berserakan -_- |
Berangkat buru-buru karena jam 7
harus nemui kaprodi untuk minta TTD, trus harus minta stempel, trus ngerasa
butuh browsing-browsing untuk tambahan “bekal wawancara”. Begitu sampai di
lokasi tes (Gedung Rektorat UB), ngeliat peserta lainnya sibuk merapikan
berkas, baru inget kalo saya belum menyertakan fotokopi Kartu Keluarga (KKnya
ayah saya, bukan KK saya. Eaaa). Ribet lagi mesti cari tempat ngeprint (tapi
bener-bener mengucap Alhamdulillah karena saya punya softcopy
scan-nya, jadi
nggak harus balik ambil ke kosan). Akhirnya saya kaya abis olahraga. Kecapekan.
-_-
Lalu saya sengaja menyendiri, duduk agak jauh dari kursi
panjang yang diduduki para peserta. Baca-baca lagi apa yang saya isikan di form
pendaftaran, baca-baca lagi evaluasi dari latihan wawancara kemarin, sedikit baca-baca koran yang kebetulan ditumpuk
di meja sebelah saya. Saya nervous. Satu hal “efek”
dari nervous adalah saya pasti bolak-balik ke kamar mandi, hahaha. Saya lupa kemarin saya berapa kali ke kamar mandi,
tapi kayanya sih nggak sebanyak waktu saya lomba Cerdas Cermat jaman SMK (waktu
itu sampe 7x meeennnn). Udah gitu saya kelaperan karena paginya nggak sempat
sarapan. Satu hal lain efek dari nervous adalah saya nggak akan bisa (nggak
akan mau) makan. Sampai waktu ISHOMA, saya belum dipanggil. Jadilah saya
benar-benar menderita hari itu :|
Sekitar pukul 14:40 barulah tiba giliran saya. Masuk
ruangan, ada 4 interviewer di sana. Satu merupakan Staff Ahli Bidang Pendidikan
dari Kantor Pertamina Pusat, satu yang lain merupakan Staff Ahli Bidang
Penalaran & Softskill dari Universitas Brawijaya, satu lainnya merupakan
Ketua HRD Pertamina Regional Jawa-Bali, dan satu yang terakhir merupakan alumni
Pertamina Foundation Scholars (PFS). Mantaapppp!!! Mereka duduk berjajar di
depan, lalu saya duduk di “kursi panas” di tengah ruangan menghadap mereka.
Pertama saya disuruh memperkenalkan diri. Ternyata eh ternyata, wawancara ini
nggak setegang yang saya bayangkan kok, hehe. Menurut saya sih cenderung
santai, kaya ngobrol biasa. Mereka pun menekankan demikian, jadi terasa lebih
enjoy :”). Beberapa pertanyaan ada yang sebelumnya sudah saya duga, seperti “Apa sih strategimu untuk menyelamatkan
bumi?”, “Apa yang akan Pertamina Foundation dapatkan bila memilihmu sebagai
penerima beasiswa ini?”. Ada juga pertanyaan yang di luar perkiraan, haha,
seperti, “Menurutmu, apa sifat/sikap orang tua yang paling terasa diwariskan ke
kamu?”. Lalu saya jawab, “Sifat cerewet, diturunkan dari Ibu saya”. Besoknya
Mama saya ketawa terbahak-bahak pas saya ceritakan itu via telepon XD *sungkem*
Wawancara
berlangsung 20 menit. Selesai. Saya merasa tenang. Jam setengah empat sore saya
baru bisa makan (sekali makan mengatasnamakan makan pagi + makan siang + makan
malam -________-). Dari wawancara itu, saya belajar satu hal : siapkan mental dengan
segala kemungkinan pertanyaan :D :D :D
Oh iya, btw, di wawancara ini juga
akhirnya saya bertemu Mas Evan (Presiden Sobat Bumi Malang) yang awalnya saya
anggap hoax ^_^V
Part Pengumuman
Seminggu. Dua minggu. Waktu berlalu,
pengumuman belum juga diumumkan *loh*. Saya hanya tetap berdo’a, memasrahkan
segalanya pada Yang Maha Kuasa. Kalau memang ini rezeki saya, insya Allah nggak
akan kemana-mana. Lalu hari Jum’at tanggal
27 September kebetulan saya mau bermalam di kosan Suci dikarenakan esok pukul
03:30 saya sudah harus datang ke kampus (Panitia KRIMA MABA). Jam 9an malam
saya sudah amat lelah. Badan sudah direbahkan di atas kasur, tapi mata belum
bisa dipejamkan, tangan pun masih mengirim sms jarkoman ke panitia lain. Di
sebelah saya Suci sudah terlelap cukup pulas, entah sudah mimpi apa. Tiba-tiba datanglah
sms dari mas Evan : “Congratz for you
who pass the selection, blablabla... Dan buat kamu yang belum lolos, blablabla....”.
Deg. Sms tersebut memiliki dua makna. Sama-sama dikirim untuk yang lolos dan
yang nggak lolos. Saya nggak tahu saya masuk yang mana. Lalu saya membatin,
“Emang pengumumannya udah ada ya? Di mana?”. Segera saya klik website Sobat
Bumi dari handphone mungil saya. Penuh rasa deg-degan, kaya mau dilamar, eh. Di
antara puluhan nama universitas dan dua ratus nama penerima beasiswa,
Alhamdulillah ada nama saya di daftar 10 penerima dari Universitas Brawijaya.
Ternyata ini jawaban dari Allah atas ditolaknya saya di 3 beasiswa sebelumnya.
Allah Cuma mau lihat saya terus berusaha. Allah mau memberi yang lebih baik,
karena beasiswa ini insya Allah mencakup biaya pendidikan dan biaya hidup per
bulan sampai lulus. Allah memberi apa yang saya butuhkan, bukan hanya apa yang
saya inginkan :”)
Langsung saya mengabarkan orang tua
dan beberapa teman via SMS, “Alhamdulillah... Now I’m a PFS (Pertamina
Foundation Scholars) :)”. Ayah saya membalas dengan ucapan syukur dan berkata
bahwa ini adalah kado dari Allah. Tak lupa saya pun membangunkan Suci sebentar
untuk mengabarkan ini. Respon dia, “Wah, kado ulang tahun”. Dia ingat kalau
besoknya hari ulang tahun saya :”)
Epilog. Tanya hati.
Siapa yang
menggerakkan saya untuk ada di stand informasi BEM dan membaca selebaran yang
awalnya terabaikan?
Siapa yang
mengingatkan saya bahwa saat itu sudah pekan kedua bulan Juli dan semakin
mendekati deadline pendaftaran?
Siapa yang
mengatur kesibukan Prof. Henny, mba Indra, dan mba Tasyah sehingga saya bisa
mudah menemui mereka demi mengurus surat rekomendasi di waktu yang singkat
sekali?
Siapa yang
mengarahkan Turhadi untuk melintas di samping saya dan kemudian bersedia
membantu me-resize beberapa file yang saya sudah frustasi sekali mengurusnya?
Siapa yang
mengatur tanggal turunnya honorarium asisten sehingga uang “datang” tepat di
saat saya sangat butuh untuk melengkapi berbagai dokumen wawancara?
Siapa yang
menggerakkan hati seseorang untuk meletakkan koran edisi terbaru yang
halamannya berisi berita lingkungan di sebelah tempat saya duduk?
Siapa yang
menggerakkan lisan para interviewer sehingga mereka menanyakan hal-hal yang
jawabannya sudah saya siapkan?
Last but not
least, siapa yang menghendaki keluarnya pengumuman final penerima beasiswa ini
tepat sehari sebelum saya berulang tahun sehingga menjadi kado yang manis
sekali? :”)
Allah.
==============================================================
Allah yang menciptakan kita, Allah
juga yang mengatur rezeki kita. Jangan khawatir.
Karena campur tangan Allah akan
bekerja ketika kita sudah mengerahkan usaha yang terbaik.
Karena gagalmu di satu kesempatan
adalah pintu keberhasilanmu di kesempatan yang lain.
Bermimpilah yang besar, kerahkan
potensi yang kau punya, lalu lihat kuasa Allah mewujudkan segalanya
(Annisa Sekar Kasih, 2013)
|
Welcome Party PFS Malang :) |
|
3rd Gathering @ Bogor. Tapi saya nggak ikut, heuheu~ |